Selasa, 17 September 2013


1.    Acara Pidana Sebelum Zaman Kolonial
Pada waktu penjajah Belanda datang pertama kali di Indonesia telah tercipta hukum yang lahir dari masyarakat tradisional sendiri yang kemudian disebut Hukum Adat. Pada masa primitive  pertumbuhan hukum, yang dalam dunia modern dipisahkan dalam hukum privat dan hukum public, tidak membaadakan kedua bidang hukum itu.
Hukum Acara perdata tidak terpisah dari Hukum Acara Pidana. Tuntutan Perdata dan tuntutan pidana merupakan suatu kesatuan, termasuk lembaga – lembaganya.
Supomo menunjukan bahwa pandangan rakyat Indonesia terhadap alam semesta adalah suatu totalitas yaitu bahwa Manusia beserta makhluk lain dan Lingkungannya merupakan suatu kesatuan, alam gaib dan alam nyata tidak dipisahkan. Sehingga yang paling utama adalah keseimbangan dan keharmonisan antara satu dengan yang lainnya. Segalanya perbuatan yang menggangu keseimbangan itu merupakan pelanggaran hukum (adat).
Hazairin dalam tulisannya berjudul “Negara tanpa penjara” dalam Tiga Serangkai Tentang Hukum menulis bahwa dalam masyarakat tradisional Indonesia tidak ada pidana penjara.
Hukum pembuktian pada masyarakat tradisional Indonesia searing digantungkan pada kekuasaan Tuhan.
Bentuk – bentuk sanksi hukum adat (dahulu) dihimpun dalam Pandecten van het Adatrecht bagian X yang disebut juga dalam buku Supomo tersebut, yaitu sebagai berikut :
1.      Pengganti kerugian “immaterial” dalam pelbagai rupa seperti paksaan menikahi gadis yang telah dicemarkan.
2.      Bayaran “uang adat” kepada orang yang terkena, yang berupa benda yang sakti sebagai peganti kerugian rohani.
3.      Selamatan (korban) untuk membersihkan masyarakat dari segala kotoran gaib
4.      Penutup malu, permintaan maaf
5.      Pelbagai rupa hukuman badan, hingga hukuman mati.
6.      Pengasingan dari masyarakat serta meletakkan orang diluat Tata Hukum.

2.    Perubahan Perundang – Undangan Di Negeri Belanda Yang Dengan Asas Konkordansi Diberlakukan Pula Di Indonesia
KUHAP yang dianggap sebagai produk nasional, merupakan penerusan pula asas – asas hukum acara pidana yang ada dalam HIR ataupun Ned strafvordering 1926 yang lebih modern. Pada Bab I dikemukakan asas – asas hukum acara pidana yang terdapat dalam KUHAP yang seluruhnya terdapat pula pada Nev. Sv.
Kita terbawa oleh arus kepada perubahan penting perundang – undangan di negeri Belanda pada tahun 1838, pada waktu mana mereka baru saja terlepas dari penjajahan Prancis.
Pada waktu itu, golongan logis yaitu yang memandang bahwa semua peraturan hukum seharusnya dalam bentuk undang – undang sangat kuat. Berlaku ketentuan pada waktu itu bahwa kelaziman – kelaziman tidak merupakan hukum, kecuali bilamana kelaziman tersebuit ditunjuk dalam undang – undang (aturan hukum yang tertulis dan terbuat dengan sengaja)
Sebelum itu, VOC pada tahun 1747 telah mengatur organisasi peradilan pribumi di pedalaman, yang langsung memikirkan tentang “Javasche wetten” (undang – undang Jawa). Hal itu diteruskan pula oleh Daendels dan Raffles untuk menyelami hukum adapt sepanjang pengetahuannya. Tetapi dengan kejadian di negeri Belanda itu maka usaha ini ditangguhkan.
Mr. H.L. Wichers seorang legis yang berasal dari Groningen. Pada waktu masih di Belanda ia mempelajari rancangan Panitia Scholten. Ia berpengalaman sebagai bekas jaksa dan anggota dewan pertimbangan agung. Ia berangkat ke Hindia Belanda pada bulan Mei 1846
Tiga pekerjaan utama yang ;diselesaikan selama satu setengah tahun, yaitu pertama peraturan mengenai peradilan, kedua mengwnai perbaikan kitab undang-undang yang telah ditetapkan itu, dan ketiga pertimbangan tentang berlakunya hukum Eropa untuk orang Timur.
Isi dari firman Raja tanggal 16 Mei 1846 Nomor 1 yang diumumkannya di Indonesiadengan Sbld 1847 Nomor 23 yang terepenting ialah yang tersebut Pasal 1 dan Pasal 4.

3.    Peraturan – Peraturan Hukum Yang Dibuat Untuk “Hindia Belanda” Yaitu Sebagai Berikut.
·         Ketentuan Umum tentang Perundang – Undangan; (AB).
·         Peraturan tentang Susunan Pengadilan dan Kebijaksanaan Pengadilan (RO).
·         Kitaab Undang – Undang Hukum Perdata (BW).
·         Kitab Undang – Undang Hukum Dagang (WvK)
·         Ketentuan – ketentuan tentang kejahatan yang dilakukan pada kesempatan jatuh pailit dan terbukti tidak mampu, begitu pula kala diadakan penangguhan pembayaran utang (Pasal 1)
·         Peraturan acara perdata untuk (Hooggerechtshof dan Raad van Justitie).
·         Peraturan tata usaha kepolisian, beserta pengadilan sipil dan penuntutan perkara criminal mengenai golongan Bumiputra dan orang – orang yang dipersamakan (Pasal 4).
Yang disebut belakangan ini yang disebut reglement op de uitofening van de politie, de burgelijke rechtspleging en de strafvordering onder de Inlanders en de Oosterlingen of Java en Madoera.

4.    Inlands Reglement Kemudian Herziene Inlands Reglement
Salah satu peraturan yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848 berdasarkan pengumuman Gubenur Jendral tanggal 3 Desember 1847 Sbld Nomor 57 ialah Inlands Reglement atau didingkat IR.
Reglement tersebut berisi acara perdata dan acara pidana. Mr. H.L. Wichers tidak mengalami kesulitan dalam hal penyusunan bagian acara pidana, karena ia mengambil sebagian besar dari reglement op de Strafvordering untuk Raad van Justitie. Mengenai rancangan itu Procureur Generaal (Jaksa Agung Hindia Belanda) pada waktu itu yaitu Mr. Hultman berpendapat bahwa itu terlalu sulit untuk dilaksanakan, sehingga nanti mengakibatkan bertimbunnya pekerjaan openbaar ministerie (penuntut umum) dan juga bagi Procureur Generaal.
Gubernur Jenderal Rochussen sendiri masih khawatir tentang diberlakukannya reglemen tersebut bagi orang Bumiputra, jangan – jangan terlampau jauh memasuki kehidupan mereka, sehingga reglement tersebut masih dipandang sebagai percobaan.
Menurut Supomo, Mr. Wichers ini penganjur politik pendesakan hukum adat secara sistematis serta berangsur – angsur oleh hukum Eropa. Akan tetapi Gubenur Genderal tidak menyetujuinya. Ia beranggapan bahwa perombakan atau pemecahan masyarakat Jawa itu berbahaya dan tidak politis, selama belum dapat dibentuk masyarakat lain yang tetap sentosa sebagai penggantinya dan yang terakhir ini tidak dapat dikira – kirakan selama orang Bumiputra itu tetap beragama Islam dan bukan Kristen
Mr. Wichers mengadakan beberapa perbaikan atas anjurannya Gubenur Jendral , dan diumumkan pada tanggal 5 April 1848, Sbld Nomor 16, dan dikuatkan dengan firman Raja tanggal 29 September 1849 Nomor 93, diumumkannya dalam Sbld 1849 Nomor 63.
Reglement tersebut beberapa kali diubah dan diumumkankembali dengan Sbld 1926 Nomor 559 jo. 496. Sesudah tahun 1926 masih diadakan perubahan, yang terpenting ialah yang diumumkan dengan Sbld1941 Nomor 32 jo. 98.
Dengan Sbld 1941 Nomor 44 diumumkan kembali dengan nama Herziene Inlands Reglement atau HIR. Yang terpenting dari perubahan IR menjadi HIR ialah dengan perubahan itu dibentuk lembaga openbaar ministerie atau penuntut umum, yang dahulu ditempatkan di bawah pamong praja. Dengan perubahan ini maka Openbaar Ministerie (OM) atau Perket itu secara bulatdan tidak terpisah – pisahkan (een en ondeelbaar) berada di bawah Officiervan Justitie dan Procureur Generaal.
Dalam Praktek, IR masih berlaku di samping HIR di Jawa dan Madura. HIR berlaku di kota – kota besar seperti Jakarta (Batavia), Semarang, Surabaya, Malang, dan lain – lain, sedangkan dikota – kota lain berlaku IR.
Untuk golongan Bumiputra, selain yang telah disebut dimuka masih ada pengadilan lain seperti districgerecht, regentschapsgerecht, dan luar Jawa dan Madura terdapat magistraatsgerecht menurut ketantuan Reglement Buitengewesten yang memutus perkara yang kecil.
Sebagai pengadilan yang tertinggi meliputi seluruh “Hindia Belanda”, ialah Hooggerechtshof yang putusan – putusan disebut arrest. Tugas diatur dalam Pasal 158 Indische Staatsregeling dan RO.

5.    Acara Pidana Pada Zaman Pendudukan Jepang Dan Sesudah Proklamasi Kemerdekaan
Pada zaman pendudukan Jepang, pada umumnya tidak terjadi perubahan asasi kecuali hapusnya Raad van Justitie sebagai pengadilan untuk golongan Eropa. Dengan Undang undang (Osamu Serei) No 1 Tahun 1942 yang mulai berlaku pada tanggal 7 Maret 1942 dikeluarkan aturan peralihan di Jawa dan Mardura yang berbunyi  : “Semua badan – badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang – undang dari pemerintah yang dulu, tetap diakui sah buat sementara waktu asal saja tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah militer” (Pasal 3).
Acara pidana pada umumnya tidak berubah. HIR dan Reglement voor de Buitengewesten serta Landgerechtsreglement berlaku untuk Pengadilan Negeri  (Tihoo Hooin). Pengadilan Tinggi (Kootoo Hooin) dan Pengadilan Agung (Saiko Hooin). Susunan pengadilan ini diatur dengan Osamu Serei Nomor 3 Tahun 1942 Tanggal 20 September 1942.
Pada tiap macam pengadilan itu ada kejaksaan, yaitu Saikoo Kensatsu Kyoku pada Pengadilan Agung, Kootoo Kensatsu Kyoku pada Pengadilan Tinggi, dan Tihoo Kensatsu Kyoku pada Pengadilan Negeri.
Pada saat proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, keadaan tersebut dipertahankan dengan Pasal II aturan Peralihan UUD 1945.
Untuk memperkuat aturan peralihan ini, maka Presiden mengeluarkan suatu peraturan pada tanggal 10 Oktober 1945 yang disebut peraturan Nomor 2.

6.    Hukum Acara Pidana Menurut Undang – Undang Nomor 1 (Drt) Tahun 1951
Dengan undang – undang tersebut dapat dikatakan telah diadakan unifikasi hukum acara pidanadan susunanpengadilan yang beraneka ragam sebelumnya. Menurut Pasal 1 undang – undang tersebut dihapus yaitu sebagai berikut :
·         Mahkamah Yustisi di Makasar dan alat penuntut umum padanya.
·         Appelraad di Makasar.
·         Apeelraad di Medan.
·         Segala pengadilan Negara dan segala landgerecht (cara baru) dan alat penuntut umum padanya.
·         Segala pengadilan kepolisian dan alat penuntut umum padanya.
·         Segala pengadilan magistraad (pengadilan rendah).
·         Segala pengadilan kabupaten
·         Segala raad distrik.
·         Segala pengadilan negorij.
·         Pengadilan swapraja.
·         Pengadilan adat.

Hakim perdamaian desa yang diatur oleh Pasal 3a RO itu masih berhak hidup dengan alasan sebagai berikut :
·         Yang dicabut oleh KUHAP ialah yang mengenai acara pidana sedangkan HIR dan Undang – undang Nomor 1 (drt) 1951 juga mengatur acara perdata dan hukum pidana materiil.
·         Undang – undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman juga tidak menghapusnya.

7.      Lahirnya Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana
Setelah lahirnya orde baru terbukalah kesempatan  untuk membangun segala segi kehidupan. Puluhan undang – undang diciptakan, terutama merupakan pengganti peraturan warisan colonial.
Sejak Oemar Seno Adji menjabat Menteri Kehakiman, dibentuk suatu panitia di departemen Kehakiman yang bertugas menyusun suatu rencana undang – undang Hukum Acara Pidana. Pada waktu Mochtar Kusumaatmadja menggantikan Oemar Seno Adji menjadi Menteri Kehakiman, penyempurnaan rencana itu diteruskan. Pada Tahun 1974 rencana terseut dilimpahkan kepada Sekretariat Negara dan kemudian dibahas olehwmpat instansi, yaitu Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Hankam termasuk didalamnya Polri dan Departemen Kehakiman.
Setelah Moedjono menjadi Menteri Kehakiman, kegiatan dalam penyusunan rencana tersebut diitensifkan. Akhirnya, Rancangan Undang – undang Hukum Acara Pidana itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dengan amanat Presiden pada tanggal 12 September1979 Nomor R.08/P.U./IX/1979.
Yang terakhir menjadi masalah dalam pembicaran Tim Sinkronisasi dengan wakil pemerintah, ialah pasal peralihan yang kemudian dikenal dengan Pasal 284.
Pasal 284 ayat (2) menjajikan bahwa dalam 2 tahun akan diadakan perubahan peninjauan kembali terhadap hukum acara pidana khusus seperti misalnya yang terdapat dalam Undang – undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tapi kenyataannya setelah 19 tahun berlakunya KUHAP, tidak ada tanda – tanda adanya usaha untuk meninjau kembali acara khusus tersebut, bahkan dengan PP Nomor 27 Tahun 1983 telah ditegaskan oleh Pemerintah bahwa penyidikan delik – delik dalam perundang – undangan pidana khusus tersebut, dilakukan oleh berikut ini:
·         Penyidik
·         Jaksa.
·         Pejabat Penyidik yang berwenang yang lain, berdasarkan peraturan perundang – undangan (Pasal 17 PP Nomor 27 Tahun 1983).
Rancangan Undang – Undang Hukum Acara Pidana disahkan oleh siding paripurna DPR pada tanggal 23 September 1981, kemudian Presiden mensahkan menjadi undang – undang pada tanggal 31 Desember 1981 dengan nama KITAB UNDANG – UNDANG ACARA PIDANA (Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981, LN 1981 Nomor 76, TLN Nomor 3209.

B.     HUKUM ACARA PIDANA
Hukum pidana di bagi menjadi 2 yaitu:
1.      Hukum pidana materil : KUHP
2.      Hukum pidana formil : KUHAP
Dasar hukumnya UU no 8 tanggal 31 Desember 1981 yang dahulu bernama HLR (Het Heraine Lulandesh Retlamag) serta dasar hukumnya Stadblaa 1941 no UU.
KUHAP berfungsi melaksanakan pasal-pasal yang terdapat di dalam KUHP.
Kelebihan KUHAP
·         Terjadi perubahan dalam hukum acara

dibanding kelebihan KUHAP dari acara sebelumnya
·         Hak-hak tersangka tertuduh atau terdakwa lebih diperhatikan
·         Adanya bantuan hukum ada sebuah tingkat pemeriksaan
·         Diaturnya dasar hukum untuk penangkapan / penahanan di sertai pembatasan jangka waktu
·         Ketentuan mengenai ganti kerugian dan rehabilitasi
·         Ketentuan mengenai dimungkinkannya penggabungan perkara gugatan ganti kerugian pada perkara pidana
·         Tersedianya upaya-upaya hukum yang lebih lengkap
·         Ketentuan mengenai koneksitas
·         Adanya pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan

Ketentuan Hukum dalam UU
Pasal 1 Ayat
1.      Penyidik adalah pejabat polisi negara RI atau pejabat pegawai negeri sipil yang diberi wewenang khusus oleh UU untuk melakukan penyidikan
2.      Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal yang diatur dalam UU ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya
3.      Penyidik pembantu adalah pejabat polri di beri wewenang tertentu melaksanakan tugas penyidikan yang diatur dalam UU
4.      Penyelidik adalah pejabat polri yang diberi wewenang oleh UU ini untuk melaksanakan penyelidikan
5.      Penyelidikan adalah serangkaiantindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan menurut cara yang diatur dalam UU ini
6.      a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
b. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim
7.      Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang, dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan negeri. Berkas yang dibawa polisi yang menyangkut dengan masalah di sebut BAP (Berita Acara Pemeriksaan)
8.      Hakim adalah pejabat peradilan negara yang di beri wewenang oleh UU untuk mengadili
9.      Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan mengurus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak misi dalam pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang
10.  Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam UU ini, tentang:
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan
c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukn oleh pengadilan
11.  Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka yang dapat berupa pemindanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam UU ini
12.  Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan PK menurut cara yang diatur dalam UU
13.  Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaaannya berdasarkan bukti permulaan patut di duga sebagai pelaku tindak pidana
14.  Terdakwa adalah orang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan
15.  Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya, benda bergerak/tidak bergerak, benda berwujud/tidak berwujud, untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan
16.  Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah, tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan menirit cara yang diatur dalam UU ini
17.  Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras pada badannya atau dibawanya serta untuk disita

 
C.    DASAR – DASAR HUKUM ACARA PIDANA

1.    Pengertian Hukum Acara Pidana.
Hukum acara pidana adalah hukum yang menagtut bagaimana cara perlengkapan pemerintah melaksanakan tuntutan , memperoleh tuntutan hakim dan melaksanakan putusan tersebut , apabila ada orang atau sekelompok orang yang melakukan perbuatan pidana. ( Wirjono Prodjodikoro , 1980 ). Hukum acara pidana dapat diartikan juga sebagai peraturan yang mengatur bagaimana cara mempertahankan berlakunya hukum pidana materiil.

2.    Sumber Hukum Acara Pidana.
Sumber hukum acara pidana terdiri atas sumber hukum acara pidana yang sudah dikodifikasi , yaitu Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP , dan sumber hukum acara pidana yang belum dikodifikasi , misalnya Undang – Undang yang mengatur tentang tindak pidana korupsi ( Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 ).
Hal-hal yang baru sebagai perkembangan hukum acara pidana menurut KUHAP , di antaranya :
1. Pemisahan fungsi penyidik ( polisi ) dengan Penuntut Umum ( jaksa ).
2. Praperadilan ( pasal 77 KUHAP ).
3. Masa penahanan.
4. Setiap orang berhak mendapat bantuan hukum.
5. Adanya kesempatan untuk mengajukan permohonan ganti rugi dan rehabilitasi ( Pasal 77 dan Pasal 95 KUHAP ).

3.    Asas – Asas Hukum Acara Pidana.
Asas-asas Hukum Acara Pidana :
1. Cepat, sederhana, biaya ringan
2. Asas praduga tidak bersalah
3. Pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan
4. Pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum
5. Oportunitas
6. Legalitas
7. Semua orang diperlakukan sama
8. Tersangka dan terdakwa berhak mendapat bantuan hukum
9. Asas akusator dan inkisitor
1. Cepat, Sederhana, Biaya Ringan
Peradilan cepat bertujuan untuk menghindari penahanan yang lama sebelum ada keputusan dari hakim. 24 (4), 25(5) KUHAP; segera dilakukan penyelidikan 102(1) PU segera membuat surat dakwaan 140 50 KUHAP → segera diadili
326 KUHAP → pelimpahan berkas perkara banding
Kendala dalam asas ini antara lain :
Rentut (Rencana Tuntutan) JPU
Jumlah hakim sedikit, ruang sidang sedikit
Renwak (Rencana Dakwaan) JPU
Banyaknya perkara
→ Kasasi dan Banding dibatasi → hakim harus memutus seadil-adilnya.
2. Asas Praduga Tidak Bersalah (presumption of innocence)
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan ke muka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap (Penjelasan Umum butir 36 KUHAP).
3. Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan 154 – 155 KUHAP Pemeriksaan yang dilakukan oleh hakim langsung kepada terdakwa dan saksi, lisan tidak tertulis, tanpa perantara, dilakukan langsung di muka sidang pengadilan.
4. Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum (153 KUHAP)
Pernyataan hakim tentang sidang terbuka untuk umum atau tidak, pengecualian untuk perkara-perkara kesusilaan, atau untuk terdakwa anak-anak.
Ada 2 versi mengenai sidang tertutup :
1) Hakim langsung menyatakan bahwa persidangan tertutup;
2) Dinyatakan tertutup sesudah surat penuntutan dakwaan dibacakan.
Hal ini bertujuan untuk menjaga kejiwaan/psikologi korban atau terdakwa apabila korban/terdakwanya anak-anak.
5. Oportunitas
Penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan tindak pidana yang menurutnya akan merugikan kepentingan umum (bgs & neg).
6. Legalitas
Penuntut umum wajib menuntut seseorang yang melakukan tindak pidana.
7. Semua Orang Diperlakukan Sama
Pengadilan mengadili menurut hukum dan tidak membeda-bedakan orang.
8. Tersangka dan Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum
69-74 KUHAP → bantuan hukum
50-68 KUHAP → hak-hak tersangka
Ø  Apabila penuntutan hukumannya lebih dari 5 / 15 tahun, maka penuntut umum wajib menunjuk seorang penasehat hukum (56 KUHAP)
Ø  Apabila tidak didampingi penasehat hukum maka jaksa akan mengembalikan kepada polisi untuk dilakukan penyidikan ulang dengan didampingi penasehat hukum.
Ø  Kensekuensi ada kewajiban bagi para hakim, penuntut umum, dan penyidik untuk memberitahukan bahwa terdakwa berhak mendapat bantuan hukum.
9. Asas Akusator dan Inkisitor
Inkisitor :
- tersangka dan terdakwa sebagai objek
- tidak didampingi penasehat hukum
- pemeriksaan dilakukan secara tertutup
- menitikberatkan kepada pengakuan.
Akusator :
- tersangka dan terdakwa sebagai subjek
- diberi hak untuk didampingi penasehat hukum
- pemeriksaan dilakukan secara terbuka
- menitikberatkan kepada pembuktian.

4.    Proses Pemeriksaan Perkara Pidana.
a)      Jenis – jenis pemeriksaan perkara pidana.
·         Pemeriksaan biasa.
Pemeriksaan perkara dengan prosedur biasa , untuk perkara pidana yang tidak mudah , baik pembuktian maupun penerapan hukumnya.
·         Pemeriksaan singkat. ( sumir ).
Pemeriksaan pewrkara yang menurut Penuntut Umum , pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.
·         Pemeriksaan cepat ( rol ).
Acara tindak pidana ringan yang ancaman pidananya paling tinggi 3 bulan atau denda Rp,7.500,--, dan acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas.

b)     Proses pemeriksaan perkara pidana.
Pada proses pemeriksaan perkara pidana , terlibat beberapa pihak , yaitu :
·         Tersangka
·         Penyidik.
·         Penuntut Umum (Jaksa).
·         Penasehat Hukum.
Proses pemeriksaan perkara pidana dibagi menjadi dua , yaitu:
a. Pemeriksaan Pendahuluan.
1) Tindakan penyelidikan dan penyidikan.
Polisi berusaha menemukan tersangka , mengumpulkan bukti dan kemudian menyusun dalam Berita Acara Pemeriksaan.
2) Berkas Perkara diserahkan Penuntut Umum, kemudian oleh Penuntut Umum perkara dilimpahkan ke Pengadilan Negeri. Jika diperlukan Penuntut Umum dapat mengembalikan berkas perkara kepada polisi untuk diperbaiki ( disebut Pra Penuntutan ).
b. Pemeriksaan di dalam sidang.
Tahap – tahap pemeriksaan sebagai berikut :
1) Pernyataan sidang dibuka dan terbuka untuk umum.
2) Majelis hakim menanyakan identitas terdakwa.
3) Pembacaan surat dakwaan oleh Penuntut Umum / jaksa.
4)Terdakwa atau penasehat hukumnya dapat mengajukan eksepsi.
5)Pemeriksaan saksi – saksi , alat bukti dan pemeriksaan terdakwa.
6) Apabila pemeriksaan dianggap cukup , maka Penuntut Umum / Jaksa membacakan surat tuntutan ( requisitoir ).
7) Terdakwa dan penasehat hukumnya dapat mengajukan pembelaan ( Pledoit ).
8)  Jaksa dapat menanggapi pledoit , dengan mengajukan replik.
9)Terdakwa atau penasehat hukumnya dapat menanggapi replik dengan mengajukan duplik.
10)  Majelis hakim menjatuhkan putusan.
c)      Macam – macam Putusan Hakim.
a.Putusan hakim yang mengandung pembabasan terdakwa ( vrijspraak ).
b.Putusan hakm yang mengandung “ Pelepasan terdakwa dari segala tuntutan “ ( Ontslag van rechtsvervolging ).
c.Putusan hakim yang berupa pemidanaan terdakwa ( Verordeling ).
d)     Macam – macam Upaya Hukum.
a. Upaya hukum biasa.
Upaya hukum biasa adalah upaya hukum untukmemperbaiki kekuatan hukum tetap , yaitu upaya hukum banding dan upaya hukum kasasi.
b. Upaya Hukum luar biasa.
Upaya hukum luar biasa adalah upaya hukum untuk memperbaiki putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap , yaitu upaya hkum peninjauan kembali dan upaya hukum kasasi demi kepentingan hukum ,yang dapat ditinjaukan oleh Jaksa Agung.
e)      Pelaksanaan Putusan Hakim.
Penuntutan Umum atau Jaksa berwenang melaksanakan putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu panitera pengadilan berkewajiban untuk mengirimkan putusan hakim kepada jaksa dilaksanakan sesuai dengan amar putusan hakim.


D.    PRA PENUNTUTAN

Prapenuntutan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak diatur dalam bab tersendiri tetapi terdapat didalam bab penyidikan dan bab penuntutan yakni pada Pasal 109 dan Pasal 138 KUHAP. Lembaga prapenuntutan ini bersifat mutlak, karena tidak ada suatu perkara pidana pun sampai ke pengadilan tanpa melalui proses prapenuntutan, sebab dalam hal penyidik telah melakukan penyelidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik wajib memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum.
Definisi dari Prapenuntutan itu sendiri yakni Pengembalian berkas perkara dari penuntut umum kepada penyidik karena penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata kurang lengkap disertai petunjuk untuk melengkapinya. Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas perkara. Sedangkan pengertian dari tingkat prapenuntutan, yakni antara dimulainya Penuntutan dalam arti sempit (perkara dikirim ke pengadilan) dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik.  Prapenuntutan merupakan tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan oleh penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.
Proses berlangsungnya prapenuntutan dilaksanakan baik oleh penyidik maupun penuntut umum berdasarkan ketentuan Pasal 110 ayat (2) KUHAP juncto Pasal 138 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP, antara lain sebagai berikut :
  • Penuntut umum setelah menerima pelimpahan berkas perkara wajib memberitahukan lengkap tidaknya berkas perkara tersebut kepada penyidik.
  • Apabila hasil penelitian terhadap berkas perkara hasil penyidikan penyidik belum lengkap maka penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk paling lama 14 (empat belas) hari terhitung berkas perkara diterirna oleh penuntut umum.
  • Penyidik yang tidak melaksanakan petunjuk untuk melengkapi berkas perkara maka proses kelengkapan berkas perkara tersebut menjadi bolak-balik.
Dalam pelaksanaannya, proses prapenuntutan selain dapat menghindari rekayasa penyidikan juga dapat mempercepat penyelesaian penyidikan serta menghindari terjadinya arus bolak-balik perkara. Proses prapenuntutan selain dapat menghilangkan kewenangan penyidikan oleh penuntut umum dalam perkara tindak pidana umum juga dalam melakukan pemeriksaan tambahan bilamana penyidik Polri menyatakan telah melaksanakan petunjuk penuntut umum secara optimal namun penuntut umum tidak dapat melakukan penyidikan tambahan secara menyeluruh artinya penuntut umum hanya dapat melakukan pemeriksaan tambahan terhadap saksi-saksi tanpa dapat melakukan pemeriksaan terhadap tersangka.
Prapenuntutan dilakukan sebelum suatu perkara diajukan ke pengadilan. Hal ini dimaksudkan untuk mempersiapkan tindakan penuntutan di depan sidang pengadilan dan menentukan keberhasilan penuntutan, artinya tindakan prapenuntutan sangat penting guna mencari kebenaran materiil yang akan menjadi dasar dalam proses penuntutan. Dalam pengertian prapenuntutan juga terdapat istilah penyidikan, hal ini diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHAP, yang menyebutkan bahwa penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang (KUHAP) untuk mencari dan mengumpulkan bukti yangmana dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan dilakukan oleh pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil (PPNS) tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang, hal ini disebutkan di dalam Pasal 6 ayat (1) KUHAP.
Setelah penyidikan dinyatakan selesai maka berdasarkan Pasal 110 ayat (1) KUHAP, penyidik wajib untuk segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum. Hal ini untuk memenuhi asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Berkas perkara diterima oleh Jaksa atau Penuntut Umum untuk mempelajari dan meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan tersebut. Bila terdapat kekurangan baik secara formil maupun materiil maka Jaksa atau Penuntut Umum segera memberitahukan kepada penyidik untuk dilengkapi. Jika Jaksa atau Penuntut Umum menyatakan berkas telah lengkap maka perkara tersebut segera dilimpahkan ke pengadilan dan proses prapenuntutan telah selesai kemudian masuk ke proses Penuntutan. Definisi dari Penuntutan itu sendiri yakni tindakan Penuntut Umum (PU) untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri (PN), yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim dalam persidangan.

E.     PENUNTUTAN

·         PENUNTUTAN adalah Tindakan penuntut umum melimpahkan perkara pidana kepengadilan negeri yang berwenang dengan permintaan supaya perkara tersebut diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. (vide psl 1 butir 7)
·         SURAT DAKWAAN
a.       rumusan surat dakwaan harus sejalan dengan hasil pemeriksaan penyidikan.
b.      Surat dakwaan adalah dasar pemeriksaan hakim.
SYARAT SURAT DAKWAAN
a. syarat formal, dakwaan harus memuat tanggal dan tandatangan dari penuntut umum, memuat nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan terdakwa.
b. Syarat materiil, dakwaan harus memuat uraian cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan, dan menyebut waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (tempus delicti dan locus delicti) (vide psl 143)
.
Kekurangan syarat formal tidak menyebabkan batal demi hukum akan tetapi dapat dibatalkan, sedangkan kekurangan syarat materiil mengakibatkan surat dakwaan batal demi hukum.

BENTUK-BENTUK SURAT DAKWAAN
A.    Dakwaan biasa, disusun hanya berisi satu saja dakwaan.
B.     Dakwaan alternatif, antara isi rumusan dakwaan yang satu dengan yang lain saling mengecualikan, dan memberi pilihan kepada hakim untuk menentukan dakwaan mana yang terbukti.
C.     Dakwaan subsidair, bentuk surat dakwaan yang terdiri dari dua atau beberapa dakwaan yang disusun secara berurutan mulai dari dakwaan tindak pidana yang terberat sampa kepada dakwaan tindak pidana yang teringan.
D.    Dakwaan kumulasi, dakwaan yang disusun berupa rangkaian dari beberapa dakwaan atas kejahatan atau pelanggaran sekaligus.
Pemecahan berkas perkara (splitsing):
a. apabila terdakwa terdiri dari beberapa orang, penuntut umum dapat memecah perkara menjadi beberapa berkas sesuai dengan jumlah terdakwa,
b. sehingga, berkas yang semula diterima penuntut umum dari penyidik, dipecah menjadi dua atau beberapa perkara.
c. Dengan pemecahan berkas perkara, masing-masing tredakwa didakwa dalam satu surat dakwaan yang berdiri sendiri.

Pelimpahan berkas perkara ke pengadilan :
a. pelimpahan berkas perkara ke pengadilan dilakukan dengan surat pelimpahan perkara dengan dilampiri surat dakwaan dan berkas perkara dengan permintaan agar PN segera mengadili.

b. Turunan/salinan pelimpahan berkas perkara beserta surat dakwaan disampaikan kpd tersangka atau penasihat hukumnya, bersamaan waktunya dengan penyampaian pelimpahan berkas perkara ke PN. (vide, psl 143/1)
PERUBAHAN SURAT DAKWAAN
a)      perubahan hanya dapat dilakukan satu kali saja.
b)      Perubahan hanya dapat dilakukan selambat-lambatnya 7 hari sebelum sidang dimulai.
c)      Penuntut umum harus menyampaikan turunan perubahan surat dakwaan kpd tersangka atau penasihat hukumnya. (vide, psl 144).
F.     PENYERAHAN BERKAS PERKARA
a)      Penyerahan berkas perkara tahap pertama (prapenuntutan)
1)      Penyidik secara nyata dan fisik menyampaikan berkas perkara kpd penuntut umum.
2)      Namun demikian penyidikan belum dianggap selesai, sebab masih ada kemungkinan hasil penyidikan yang diserahkan akan dikembalikan oleh penuntut umum kepada penyidik dengan petunjuk agar penyidik melakukan tambahan pemeriksaan penyidikan.
3)      Apabila penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan berkas perkara untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan, dan dalam tempo 14 hari sesudah penerimaan pengembalian berkas perkara dari penuntut umum, penyidik harus menyelesaikan pemeriksaan penyidikan tambahan dan mengembalikan berkas kepada penuntut umum.
d. Penydikan dianggap lengkap dan selesai, apabila dalam tenggang waktu 14 hari dari tanggal penerimaan berkas, penuntut umum tidak mengembalikan berkas perkara kepada penyidik atau penuntut umum telah menyatakan bahwa berkas perkara telah lengkap.
b)     Penyerahan tahap kedua (penuntutan)
1)      Terhitung sejak berkas perkara dinyatakan lengkap.
2)      Penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kpd penuntut umum.
G.    FUNGSI DAN WEWENANG PENYELIDIK
Pasal 5 KUHAP
1.     Berdasarkan hukum dapat berupa:
a.       Menerima laporan atau pengaduan
b.      Mencari keterangan dan barang bukti
c.       Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal
d.       Mengadakan tindakan lain menurut hokum yang bertanggung jawab
2.     Berdasarkan perintah penyidik dapat berupa:
a.       Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan , penyitaan
b.      Pemeriksaan dan penyitaan surat
c.       Mengambil sidik jari dan pemotretan seseorang
d.      Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik



H.    HAKIM (MAJELIS / TUNGGAL)
Tugas dan wewenang hakim dalam kapasitasnya ketika sedang menangani perkara mempunyai wewenang sebagai berikut:
1.      Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan. (pasal 30 (3) dan pasal 26 (1).
2.      Memberikan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan hutang / orang berdasarkan syarat yang ditentukan. (pasal 31 ayat 1) Yaitu polisi, jaksa, hakim dengan alasan tepat dari keluarga / tersangka.
3.      Mengeluarkan penetapan agar terdakwa yang tidak hadir dipersidangan tanpa alasan yang sah. (pasal 154 ayat 6).
4.      Menentukan tentang sah atau tidaknya segala alasan atas permintaan orang karena pekerjaannya harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia dan minta dibebaskan dari kewajibannya sebagai saksi. (pasal 170 KUHAP).
5.      Mengeluarkan perintah penahanan terhadap seorang saksi yang diduga telah memberikan keterangan palsu dipersidangan baik karena jalannya ataupun atas permintaan penuntut umum. (pasal 174 ayat 2).
6.      Memerintahkan perkara yang diajukan oleh penuntut umum secara singkat agar diajukan ke sidang pengadilan dengan acara biasa setelah adanya pemeriksaan tambahan dalam waktu 14 hari, tetapi penuntut umum belum juga dapat menyelesaikan tambahan tersebut. (pasal 203 ayat 3).
7.      Memberikan penjelasan terhadap hukum yang berlaku jika dipandang perlu di persidangan baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan terdakwa atau penasehat hukumnya (pasal 221 KUHAP)

I.       HAK TERSANGKA/TERDAKWA
Perbedaan tersangka dengan terdakwa ditemukan pada bab I tentang ketentuan umum pasal 1 angka 14 dan 15 KUHAP:
“Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan”.
Hak tersangka / terdakwa dalam KUHAP
1.      Hak untuk segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik diajukan pada penuntut umum, dan perkaranya dilimpahkan kepada pengadilan untuk diadili (pasal 50 ayat 1,2,3)
2.      Hak agar diberitahukan secara jelas dengan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya dan didakwakan pada waktu pemeriksaan (pasal 51 butir a dan b)
3.      Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan kepada hakim pada waktu tingkat penyidikan dan pengadilan (pasal 52 no 3)
4.      Hak untuk mendapatkan juru bahasa (pasal 53 ayat 1)
5.      Hak untuk mendapatkan bantuan hukum guna kepentingan pembelaan selama dan waktu atau setiap tingkat persidangan (pasal 54)
6.      Hak untuk memilih penasehat hukumnya sendiri (pasal 55), serta dalam hal tidak mampu berhak di dampingi penasehat hukum secara cuma-cuma / prodeo / gratis
7.      Hak tersangka apabila di tahan untuk dapat menghubungi penasehat hukum setiap saat diperlukan dan hak tersangka / terdakwa warga negara asing untuk menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya (pasal 57 ayat 1,2). Ekstradisi : tidak menyerahkan warganya kepada warga negara lain
8.      Hak tersangka / terdakwa apabila di tahan untuk menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya (pasal 58)
9.      Hak agar diberitahukan kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka / terdakwa apabila di tahan bagi pengangguhnya dan hak berhubungan dengan keluarga sesuai dimaksud diatas (pasal 59)
10.  Hak tersangka / terdakwa secara langsung atau dengan perantaraan penasehat hukumnya menerima kunjungan sanak keluarganya guna kepentingan pekerjaan atau kekeluargaan (pasal 61)
11.  Hak tersangka / terdakwa mengirim dan menerima surat dengan penasehat hukumnya (pasal 62 KUHP)
12.  Hak tersangka / terdakwa menghubungi dan menerima kunjungan rohaniwan (pasal 64)
13.  Hak agar terdakwa di adili di sidang pengadilan terbuka secara umum (pasal 64)
14.  Hak tersangka / terdakwa untuk mengajukan saksi dan ahli (orang yang mempunyai ilmu pengetahuan untuk dipersidangkan) (pasal 65)
15.  Hak tersangka / terdakwa agar tidak di bebani kewajiban pembuktian (pasal 66 KUHAP)
16.  Hak tersangka / terdakwa mendapatkan ganti kerugian dan rehabilitasi (pasal 68)
17.  Hak terdakwa mengajukan keberatan tentang tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat di terima atau surat dakwaan harus dibatalkan (pasal 156 ayat 1)
18.  Hak terdakwa untuk mengajukan banding, kasasi dan melakukan peninjauan kembali (pasal 67 junto, pasal 233, 244, 263 ayat 1 KUHAP)
J.      Perbuatan Pidana 
Kapankah dikatakan orang bahwa perbuatan/tindakan itu adalah “perbuatan pidana” (tindak pidana)?. Perbuatan pidana itu ialah perbuatan yang apabila dilakukan maka kepada pembuatnya dapat dikenakan pidana (hukuman) atau tindakan.jadi sesuatau perbutan yang “melawan hukum” dapat menjelma menjadi perbuatan pidana” yakni apabila perbuatan itu demikian rupa sifat melawan haknya sehingaga memenuhi segenap unsure-unsur yang diperlukan dalam rumusan tindak pidana yang tersebut dalam pasal/ketentuan KUHP/peraturan pidana diluar KUHP.

K.    Perbedaan penting Perkara pidana-Perkara perdata
Perkara pidana adalah bersangkutan dengan kepentingan umum, juga mempunyai sifat hukum public, berbeda sekali dengan sifat perkara perdata, yang mana bersangkutan dengan kepentingan pribadi(perseorangan/privat) sehingga apabila inisiatif untuk berperkara dalam perkara pidana timbul dari Penuntut Umum(keculai dalam tindak pidana pengaduan), maka inisiatif untuk berperkara dalam perkara Perdata timbul dari perseorangan.
Dalam perkara perdat sebelum adanya keputusan hakim, pihak-pihak dapat menghentikan perkara , hal itu semata-mata terserah kepada pihak –pihak itu, sedang dalam perkara pidana tidak mungkin dihentikan secara demikian.
Hakim dalam Perkara Perdata hanya menyelidiki apa yang dikemukakan oleh pihak-pihak , jadi pada asanya oasif, sedang dalam perkara pidana hakim diharuskan Karen jabatannya menyelidiki pula apa yang tidak  dikemukakan, demi untuk memperoleh kebenaran yang sebenar-benarnya (kebenaran meteriil).
Dalam perkara pidana walaupun alat bukti sudah cukup, apabila hkim tidak yakin akan kesalahan terdakwa, tidaklah cukup untuk menjatuhkan  pidana (hukuman) terhadapnya, sedang dalam perkara perdata apabila alat bukti telah cukup,  tidak diperlukan lagi adanya keyakinan hakim akan adanya kebenaran.

L.     Peraturan-peraturan Hukum Acara Pidana 
Setelah berlakunya KUHAP (31-12-1981) maka peraturan-peraturan mengenai hukum acara pidana diluar KUHAP itu dicabut, kecuali selama dalam masa peralihan (2 tahun) untuk sementara masih berlaku ketentuan tentang Hukum Acara Pidana  dalm undang-undang khusus, misalnya undang-undang tindak pidana ekonomi, selama belum dicabut..
Yang diatur didalam KUHAP :
Acara pemeriksaan di pengadialn tingakat pertama, upaya hukum di tingkat banding dan tingkat kasasi.
a.                   Hubungan antara penyidikan, penuntutan dengan pengadilan (izin ketua pengadilan untuk penahanan, penggeledahan, pemasukan rumah, pemeriksaan surat dan penyitaan),
b.                  Wewenang pengadilan, yang meliputi Praperadilan, pengadilan negeri, Pengadila   Tinggi, Mahkamah Agung,
c.                   Mengenai koneksitas, ganti kerugian dan rehabilitasi dan penggabungan gugatan ganti kerugian.


                        Fase-fase dalam Hukum Acara Pidana

Hukum acara pidna dapat dibagi atas beberapa fase:
1)      Pemeriksan pendahuluan
a.       penyelidikan dan penyidikan dan pengumpulan alat-alat bukti
b.      prapenuntutan dan penuntutan supaya perkara itu disidangkan
2)      pemeriksaan didepan siding Pengadilan
a.       pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan alat bukti lainnya
b.      pemeriksaan  terhadap terdakwa
3)      Tututan pidana (requistoir) dari penuntut umum dan pembelaan  (pledoi) oleh terdakwa/pembelanya.. kalau perlu, replik pen. Umum dan kemudian duplik terdakwa pembelanya.
4)      Keputusan hakim
5)      Eksekusi dan pengawasan dan pengamatan eksekusi.

Petugas-Petugas Dalam Pemeriksaan Pendahuluan

1)    Penyelidik
Setiap pejabat Polri adalah penyelidik (mulai dari pangkat terendah      sampaidengan yang tertinggi. Mereka berwenang untuk seluruh wilayah RI, khususnya dalam daerah hukum masing-masing.
Wewenang penyelidik :
Karena kewajibannya:
~ menerima laporan/ pengaduan tentang adanya tindak pidana
~ mencari keterangan dan barang bukti
~ menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan srta memeriksa tanda pengenal dirinya
~ mengadakan tindakan lain menurut hukum,yang bertanggung jawab.
Karena diperintahkan oleh penyidik:
~ penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, penyitaan
~ pemeriksaan/penyitaan surat
~mengambil sidik jari dan memotret seorang
~membawa dan menghadapkan seorang kepada penyidik
2)    Penyidik Pembantu
Diantara penyelidik-penyelidik itu ada yang diangkat oleh Kapolri  sebagai penyidik pembantu , dengan wewenang yang melibihi wewenang penyelidik, tapi kurang dibanding dengan wewenang penyidik.
        Penyidik 
Ada dua macam: Penyidik Polri  dan Penyidik non Polri, yakni pejabat Pegawai Negri Sipil tertentu, yang diberi wewenang khusus menurut undang-undang mislanya: pejabat bea cukai, Imigrasi, kehutanan, nakhoda.
Penyidikan ialah :
Serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik menurut ketentuan undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang membuat terang sesuatu tindak pidana dan menemukan pembuatnya.

        Penuntut Umum
Penuntut umum  ialah jaksa yang diberi wewenang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Wewenang penuntut umum:
a.                   menerima pemberitahuan dari penyidik dalam hal penyidikan telah mulai/diberhentikan,
b.                  menerima dari penyidik dalam hal tahap pertama : berkas perkaramenerima dari penyidik dalam  hal tahap kedua : tanggung jawab atas tersangka dna barang bukti,
c.                   menerima dari penyidik pembantu langsung berkas perkara singkat,
d.                  melakukan prapenuntutan,
e.                   memberi perpanjangan penahanan,
f.                   melakukan penahanan, penahanan lanjutan, penahanan rumah/kota serta mengalihkan jeis penahanan,
g.                  memberi penangguhan penahanan tersangka/ terdakwa (atas permintaan yang bersangkutan) dan mencabutnya bila syaratnya dilanggar,
h.                  mengadakan pelelangn benda sitaan yang lekas rusak/membahayakn dengan disaksikan oleh tersangka/terdakwa/ kuasanyamelarang/ mengurangi kebebasan hubungan antara penasehat hukum dengan tersangka karena disalah gunakan,
i.                    mengaasi hubungan tersangka dengan penasehat hukumnya tanpa mendengar isi pembicaraan (tapi dalam hal kejahatan terhadap keamanan Negara dapat),dalam peperkara koneksitas,
j.                    penuntut umum menerima penyerahan perkara dari oditur militer, dijadikan dasar untutk mengajukan perkara itu kepada PN yang berwenang,
k.                  menentukan apakah berkas telah atau belum memenuhi syarat untuk diajukan ke PN,
l.                    mengadakan tindakan lain dalam lingkungan tugas tanggung jawabnya sebagai penuntut umum,
m.                membuat surat dakwaanmembuat surat penetapan penghentian penuntutan/melanjutkan kembali sesudah alasan barumengadakan penggabungan perkara dan menyatukan surat dakwaannya memisahkan perkara (spilitsing)melimpahkan perkara ke PNmengubah surat dakwan sebelum PN menetpkan hari sidingpemberithuan tentang hari siding dan pemanggilan terdakwa dan saksipenuntutanmenutup perkara demi kepentingan umumtindakan lain dalam lingkungan tugas dan tanggung jawab Penuntut Umummelaksanakan penetapan hakim.    
Tindakan-tindakan dan wewenang ptugas-petugas dalam pemeriksaan pendahuluan
Penangkapan
Untuk melakukn penangkapan, syarat-syaratnya: ada dugaan keras bahwa aorang itu telah melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yng cukup. Lebih dulu harus memperlihatkan surat tugas dan memberikan surat perintah penagkapan, yang didalamnya tersebut: identitas tersangka, alasan dan uraian singkat perkara kejahatn yang dipersangkakan dan tempat ia diperiksa kecuali dalam hal tertangkap tangan.
Kecuali dalam hal tindak pidana aduan, tanpa laporanpun penyelidik bertindak bila diketahuinya ada dilakukan sesuatu tindak pidana, dan setiap orang yang mngetahui adanya permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketentaraman dan keamanan umum, terhadap jiwa/hak milik orang, wajib melaporkan seketika itu kepada yng berwajib.
Tertangkap tangan
Sudah dikatakan bahwa adanya surat perintah dna penyidik untuk melakukan tindakan penangkapan dll. Tertangkap tngan mislanya: ia kedapatan masih menjingjing kaleng bensin yang dipergunakannya untuk membakar itu, atau salah satu keadaan yng dimaksud “ dlaam keadaan tertangkap tangan”,yakni:
1.tindak pidana itu sedang dilakukan atau
2. segera sesudah itu
3.ada teriakan ramai bahwa orang itu pelakunya
4.sesaat kemudian kedapatan padanya benda tanda dilakukannya tindak pidana oleh orang itu atau sebagai pesertanya atau sebagai pembantunya.  
Penahanan
Syaratnya: ada dugaan keras bahwa orang itu telah melakukan tindak pidanaberdasarkan cukup, bilaman dikuatirkanakan melarikan diri, merusak/menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana.
Ada tiga macam penahanan :
1.                  yang biasa, yakni dalam rumah tahanan Negara(rutan)
2.                  tahanan kota (1/5 nya akan diperhitungkan sebagai tahanan biasa)
3.                  tahanan rumah (1/3nya akan diperhitungkan ebagai tahanan biasa).

lamanya kemungkinan penahanan
Perkara yang diancaman pidananya kurang daripada 5 tahun namun pelakunya dapat ditahan tindak pidana menurut:
pasal 282 (3) KUHP      : tulisan cabul
    “ 296“                         : cabul
    “  335(1) “                  : pemerasan
    “  351 (1 “                  : penganiayaan
    “    353 (1)KUHAP    : penganiayaan berencana
    “    372 “                     : penggelapan
    “    378”                      : penipuan
    “    379a“                    : kebiasaan membeli tanpa bayar
    “    453 “                     : nakhoda mengundurkan diri
    “    454  “                    :  desersi
    “    455 “                     : memperlengkapi kapal untuk membajak
     “    459 “                    :  menyerang nakhoda
    “    480”                      :  penadahan
     “    506 “                    :   mucikari
Penggeledahan
Penggeledahan  dilakukan oleh petugas  POLRI atas perintah terlulis penyidik. Sebelumnya, petugas harus memperlihatkan tanda pengenal ,dan tentang penggeledahan itu dibuat berita acara-acara, lalu dibacakan  dan ditanda tangani oleh  Penyidik dan Tersangka atau keluarganya atau Kepala Desa atau Ketua Lingkungan serta  2 orang saksi .                                                                                                                       
Kalau tidak mau tanda tangani harus disebutkan dan apa alasannya.. penggeledahan dapa dilakukan terhadap: rumah dan pakaian badan / rongga badan  
Penggeledahan terhadap rumah dalam hal tersangka/ penghuninya tidak keberatan harus disaksikan oleh dua orang saksi. Tapi kalau tersangka/penghuni keberatan harus disaksikan oleh kepala desa dan dua orang saksi.
Penggeledahan terhadap pakaian (termasuk benda yang dibawa serta) oleh penyelidik hanya bila terdapat dugaan keras dengan alasan yang cukup bahwa tersangka terdapa benda yang dapat disita dan hanya diperkenankan pada waktu menangkap tersangka. Penggeledhan pakaian oleh penyidik demikian pula, hanya waktunya selain dari yang tersebut diatas juga pada aktu tersangka dalam keadaan sebagaimana tsb. Diatas dibawa kepadanya.
Penyitaan
Penyitaan harus denagn izin KPN . Dalam keadaan tertangkap tangan penyitaan dapat dilakukan tanpa izin KPN, tetapi sesudahnya harus segera melaporkan untuk mendapat persetujuanny ( hanya terhadap benda bergerak dan hanya terhadap:
1.                  benda tagihan yang diduga diperoleh dari tindak pidana
2.                  benda yang dipergunakan langsung untuk melakukan tindak pidana atau    mempersiapkan tindak pidan
3.                  benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan
4.                  benda yang khusus dibuat atau dipergunakan melalukan tindak pidana
5.                  benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.            
Penyita harus terlebih dahulu menunjukkan tanda pengenal. Benda yang akan disita diperlihatkan kepada tersangka/keluarganya. Penyita dapat meminta keterangan mengenai benda itu, dengan disaksikan oleh dua orang skasi, kemudian dibuat berita acara, lalu dibacakan, dan ditanda tangani oleh ybs. Atau keluarganya atau kepala desa/ lingkungan dan oleh kedua saksi.
Kalau ada yang tidak mau menandatangani harus disebutkn alasannya.Turunan Berita Acara disampaikan kepada:
~atasan penyidik
~yang bersangkutan atau keluarganya, dan
~ kepala desa
Pemeriksaan/ penyitaan surat
Surat/buku/ kitab/daftar yang diduga keras akan memberi keterangan dapat digeledah atau diperiksa dan kalau perlu disita. Surat yang diduga palsu dapat dimintakan keterangna ahli. Kalau perlu, atas izin KPN, penyimpan umum (misalnya notaries) wajib mengirimkan surat asli yang disimpannya untuk perbandingan dengan yang palsu .
Kalau idak menjadi bagian daripada daftar, penyimpan membuat salinan sebagai pnggantinya, dibawah salinan itu dicatat sebabnya mengapa salinan itu dibuat Apabila penyimpan tidak bersedia mengirimkannya, penyidik dapat mengambilnya. Benda  pos atau kiriman hanya dapat disita dalm hal tertangkap angan dan jawatan yang bersangkutan harus diberi tanda penerimaan. 
Bedah mayat
Kalau dalam dua hari tidak ada tanggapan dari keluarganya atau tidak diketahui siapa yang harus diberitahu, mayat dikirimkan kepada ahli kedokteran kehakiman atau rumah sakit, di ibu jari kaki atau bagian tubuh yang lain diberi label, yang diberi cap jabatan.
Penggalian Mayat  
Kalau sangat diperlukan, diberitahukan kepada keluarganya. Biaya atas tanggungan Negara.
Pemanggilan tersangka/ saksi/ahli
Bedanya dengan perkara perdata, apabila dalam perkara perdata yang melakukan panggilan ialah jurusita, maka dalam perkara  pidana panggilan diurus oleh kejaksaan.
Panggilan terhadap tersangka:
diluar tahanan:
didalam negeri: diketahui alamatnyakalau diketemukan, dipanggil di alamat tempat tinggalnya, kalautidak, di alamat tempat kediamannya yang terakhir,kalau tidak diketemukan: melalui Kepala Desa-nyatidak dikenal :melalui pengumuman di papan pengumuman.
diluar Negeri: diketahui alamatnay: melalui Perwakilan RI di Negara ybs, Tidak diketahui : dipanggil dengan menempelkan pnggilan dipapan pengumuman di gedung kantor PN ybs.

didalam tahanan: melalui jabatan rutan. Panggilan harus disampaikan sekurang-kurangnya 3 hari sebelumnya. Yang dipanggil wajib datang . kalau tidak, dipanggil sekali lagi dengan perintah menghadirkannya. Apabila yang dipanggil tidak mungkin hadir karena alasan yang patut , bial perlu, penyidiklah yang datang ketempatnya.
Saksi/ahli yang dipanggil berhak mendapat penggantian biaya perjalanan. Tersangka wajib diberithu hknya untuk mendapat bntuan hukum atau bahwa ia wajib didampingi penasehat hukum .
Saksi diperiksa di pemeriksaan pendhuluan engan tidak disumpah, kecuali bila dikuatirkan tidak akan dapt hadir lagi dipersidangan nanti. Mereka diperiksa satu demi satu tersendiri-tersendiri, tapi bila perlu dapt diperhaapkan.
Tersangka harus ditanya apakah ia ada mempunyai saksi a decharge? (yang menguntungkan padanya) dan kalau ada, dicatat dalam berita acara dan wajib dipanggil dan diperiksa.
Pemeriksaan dilakukan tanpa tekanan-tekan dan dicatat dalam berita acara sesuai denagn kata-kata orang yang diperiksa itu sendiri, ditanda tangani oleh penyidik dan orang yang diperiksa sesudah setuju dengan isinya. Kalau tidak mau ditanda tangani harus disebutkan, disertai alasannya.
Penghentian Penyidikan
Penyidik berwenang  untuk menghentikan penyidikan denagn segala akibatnya, terutama kemungkinan timbulnya tuntutan ganti rugi/rehabilitasi dari tersangka., pada penuntut umum, dalam 7 hari wajib memberitahukan kepada penyidik bahwa penyidikan telah atau belum lengkap.
Kalau belum, harus dikembalikan disertai petunjuk peyempurnaannya, dan kalau dalam tempo  14 hari tidak dikembalikan dianggap penyidikan telah selesai. Berkas yang dikembalikan untuk disempurnakan itu wajib dikirimkan lagi sesudah dilengkapi dalam tempo 14 hari sejak penerimaan.