1.
Acara Pidana Sebelum Zaman Kolonial
Pada waktu penjajah Belanda datang pertama kali di Indonesia
telah tercipta hukum yang lahir dari masyarakat tradisional sendiri yang
kemudian disebut Hukum Adat. Pada masa primitive pertumbuhan hukum, yang
dalam dunia modern dipisahkan dalam hukum privat dan hukum public, tidak
membaadakan kedua bidang hukum itu.
Hukum Acara perdata tidak terpisah dari Hukum Acara Pidana.
Tuntutan Perdata dan tuntutan pidana merupakan suatu kesatuan, termasuk lembaga
– lembaganya.
Supomo
menunjukan bahwa pandangan rakyat Indonesia terhadap alam semesta adalah suatu
totalitas yaitu bahwa Manusia beserta makhluk lain dan Lingkungannya merupakan
suatu kesatuan, alam gaib dan alam nyata tidak dipisahkan. Sehingga yang paling
utama adalah keseimbangan dan keharmonisan antara satu dengan yang lainnya.
Segalanya perbuatan yang menggangu keseimbangan itu merupakan pelanggaran hukum
(adat).
Hazairin dalam tulisannya berjudul “Negara tanpa penjara” dalam Tiga Serangkai Tentang Hukum
menulis bahwa dalam masyarakat tradisional Indonesia tidak ada pidana penjara.
Hukum
pembuktian pada masyarakat tradisional Indonesia searing digantungkan pada
kekuasaan Tuhan.
Bentuk
– bentuk sanksi hukum adat (dahulu) dihimpun dalam Pandecten van het Adatrecht
bagian X yang disebut juga dalam buku Supomo tersebut, yaitu sebagai berikut :
1. Pengganti kerugian “immaterial” dalam
pelbagai rupa seperti paksaan menikahi gadis yang telah dicemarkan.
2. Bayaran “uang adat” kepada orang
yang terkena, yang berupa benda yang sakti sebagai peganti kerugian rohani.
3. Selamatan (korban) untuk
membersihkan masyarakat dari segala kotoran gaib
4. Penutup malu, permintaan maaf
5. Pelbagai rupa hukuman badan, hingga
hukuman mati.
6. Pengasingan dari masyarakat serta
meletakkan orang diluat Tata Hukum.
2.
Perubahan Perundang – Undangan Di Negeri Belanda
Yang Dengan Asas Konkordansi Diberlakukan Pula Di Indonesia
KUHAP yang dianggap sebagai produk nasional, merupakan
penerusan pula asas – asas hukum acara pidana yang ada dalam HIR ataupun Ned
strafvordering 1926 yang lebih modern. Pada Bab I dikemukakan asas – asas hukum
acara pidana yang terdapat dalam KUHAP yang seluruhnya terdapat pula pada Nev.
Sv.
Kita terbawa oleh arus kepada perubahan penting perundang –
undangan di negeri Belanda pada tahun 1838, pada waktu mana mereka baru saja
terlepas dari penjajahan Prancis.
Pada waktu itu, golongan logis yaitu yang memandang bahwa
semua peraturan hukum seharusnya dalam bentuk undang – undang sangat kuat.
Berlaku ketentuan pada waktu itu bahwa kelaziman – kelaziman tidak merupakan
hukum, kecuali bilamana kelaziman tersebuit ditunjuk dalam undang – undang
(aturan hukum yang tertulis dan terbuat dengan sengaja)
Sebelum itu, VOC pada tahun 1747 telah mengatur organisasi
peradilan pribumi di pedalaman, yang langsung memikirkan tentang “Javasche
wetten” (undang – undang Jawa). Hal itu diteruskan pula oleh Daendels dan Raffles
untuk menyelami hukum adapt sepanjang pengetahuannya. Tetapi dengan kejadian di
negeri Belanda itu maka usaha ini ditangguhkan.
Mr. H.L. Wichers seorang legis yang berasal dari Groningen.
Pada waktu masih di Belanda ia mempelajari rancangan Panitia Scholten. Ia
berpengalaman sebagai bekas jaksa dan anggota dewan pertimbangan agung. Ia
berangkat ke Hindia Belanda pada bulan Mei 1846
Tiga pekerjaan utama yang ;diselesaikan selama satu setengah
tahun, yaitu pertama peraturan mengenai peradilan, kedua mengwnai perbaikan
kitab undang-undang yang telah ditetapkan itu, dan ketiga pertimbangan tentang
berlakunya hukum Eropa untuk orang Timur.
Isi dari firman Raja tanggal 16 Mei 1846 Nomor 1 yang
diumumkannya di Indonesiadengan Sbld 1847 Nomor 23 yang terepenting ialah yang
tersebut Pasal 1 dan Pasal 4.
3.
Peraturan – Peraturan Hukum Yang Dibuat Untuk “Hindia
Belanda” Yaitu Sebagai Berikut.
·
Ketentuan Umum tentang Perundang – Undangan; (AB).
·
Peraturan tentang Susunan Pengadilan dan Kebijaksanaan
Pengadilan (RO).
·
Kitaab Undang – Undang Hukum Perdata (BW).
·
Kitab Undang – Undang Hukum Dagang (WvK)
·
Ketentuan – ketentuan tentang kejahatan yang dilakukan pada
kesempatan jatuh pailit dan terbukti tidak mampu, begitu pula kala diadakan
penangguhan pembayaran utang (Pasal 1)
·
Peraturan acara perdata untuk (Hooggerechtshof dan Raad van
Justitie).
·
Peraturan tata usaha kepolisian, beserta pengadilan sipil
dan penuntutan perkara criminal mengenai golongan Bumiputra dan orang – orang
yang dipersamakan (Pasal 4).
Yang
disebut belakangan ini yang disebut reglement op de uitofening van de politie,
de burgelijke rechtspleging en de strafvordering onder de Inlanders en de
Oosterlingen of Java en Madoera.
4.
Inlands Reglement Kemudian Herziene Inlands Reglement
Salah satu peraturan yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei
1848 berdasarkan pengumuman Gubenur Jendral tanggal 3 Desember 1847 Sbld Nomor
57 ialah Inlands Reglement atau didingkat IR.
Reglement tersebut berisi acara perdata dan acara pidana. Mr.
H.L. Wichers tidak mengalami kesulitan dalam hal penyusunan bagian acara
pidana, karena ia mengambil sebagian besar dari reglement op de
Strafvordering untuk Raad van Justitie. Mengenai rancangan itu Procureur
Generaal (Jaksa Agung Hindia Belanda) pada waktu itu yaitu Mr. Hultman
berpendapat bahwa itu terlalu sulit untuk dilaksanakan, sehingga nanti
mengakibatkan bertimbunnya pekerjaan openbaar ministerie (penuntut umum) dan
juga bagi Procureur Generaal.
Gubernur Jenderal Rochussen sendiri masih khawatir tentang
diberlakukannya reglemen tersebut bagi orang Bumiputra, jangan – jangan
terlampau jauh memasuki kehidupan mereka, sehingga reglement tersebut masih
dipandang sebagai percobaan.
Menurut
Supomo, Mr. Wichers ini penganjur politik pendesakan hukum adat secara
sistematis serta berangsur – angsur oleh hukum Eropa. Akan tetapi Gubenur
Genderal tidak menyetujuinya. Ia beranggapan bahwa perombakan atau pemecahan
masyarakat Jawa itu berbahaya dan tidak politis, selama belum dapat dibentuk
masyarakat lain yang tetap sentosa sebagai penggantinya dan yang terakhir ini
tidak dapat dikira – kirakan selama orang Bumiputra itu tetap beragama Islam
dan bukan Kristen
Mr.
Wichers mengadakan beberapa perbaikan atas anjurannya Gubenur Jendral , dan
diumumkan pada tanggal 5 April 1848, Sbld Nomor 16, dan dikuatkan dengan firman
Raja tanggal 29 September 1849 Nomor 93, diumumkannya dalam Sbld 1849 Nomor 63.
Reglement tersebut beberapa kali diubah dan diumumkankembali
dengan Sbld 1926 Nomor 559 jo. 496. Sesudah tahun 1926 masih diadakan
perubahan, yang terpenting ialah yang diumumkan dengan Sbld1941 Nomor 32 jo.
98.
Dengan
Sbld 1941 Nomor 44 diumumkan kembali dengan nama Herziene Inlands Reglement
atau HIR. Yang terpenting dari perubahan IR menjadi HIR ialah dengan perubahan
itu dibentuk lembaga openbaar ministerie atau penuntut umum, yang dahulu
ditempatkan di bawah pamong praja. Dengan perubahan ini maka Openbaar
Ministerie (OM) atau Perket itu secara bulatdan tidak terpisah – pisahkan (een
en ondeelbaar) berada di bawah Officiervan Justitie dan Procureur Generaal.
Dalam Praktek, IR masih berlaku di samping HIR di Jawa dan
Madura. HIR berlaku di kota – kota besar seperti Jakarta (Batavia), Semarang,
Surabaya, Malang, dan lain – lain, sedangkan dikota – kota lain berlaku IR.
Untuk golongan Bumiputra, selain yang telah disebut dimuka
masih ada pengadilan lain seperti districgerecht, regentschapsgerecht, dan luar
Jawa dan Madura terdapat magistraatsgerecht menurut ketantuan Reglement
Buitengewesten yang memutus perkara yang kecil.
Sebagai pengadilan yang tertinggi meliputi seluruh “Hindia
Belanda”, ialah Hooggerechtshof yang putusan – putusan disebut arrest. Tugas
diatur dalam Pasal 158 Indische Staatsregeling dan RO.
5.
Acara Pidana Pada Zaman Pendudukan Jepang Dan Sesudah
Proklamasi Kemerdekaan
Pada
zaman pendudukan Jepang, pada umumnya tidak terjadi perubahan asasi kecuali
hapusnya Raad van Justitie sebagai pengadilan untuk golongan Eropa. Dengan
Undang undang (Osamu Serei) No 1 Tahun 1942 yang mulai berlaku pada tanggal 7
Maret 1942 dikeluarkan aturan peralihan di Jawa dan Mardura yang berbunyi
: “Semua badan – badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang – undang
dari pemerintah yang dulu, tetap diakui sah buat sementara waktu asal saja
tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah militer” (Pasal 3).
Acara
pidana pada umumnya tidak berubah. HIR dan Reglement voor de Buitengewesten
serta Landgerechtsreglement berlaku untuk Pengadilan Negeri (Tihoo
Hooin). Pengadilan Tinggi (Kootoo Hooin) dan Pengadilan Agung (Saiko Hooin).
Susunan pengadilan ini diatur dengan Osamu Serei Nomor 3 Tahun 1942 Tanggal 20
September 1942.
Pada
tiap macam pengadilan itu ada kejaksaan, yaitu Saikoo Kensatsu Kyoku pada
Pengadilan Agung, Kootoo Kensatsu Kyoku pada Pengadilan Tinggi, dan Tihoo
Kensatsu Kyoku pada Pengadilan Negeri.
Pada
saat proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, keadaan tersebut
dipertahankan dengan Pasal II aturan Peralihan UUD 1945.
Untuk
memperkuat aturan peralihan ini, maka Presiden mengeluarkan suatu peraturan
pada tanggal 10 Oktober 1945 yang disebut peraturan Nomor 2.
6.
Hukum Acara Pidana Menurut Undang – Undang Nomor 1 (Drt)
Tahun 1951
Dengan undang – undang tersebut dapat dikatakan telah
diadakan unifikasi hukum acara pidanadan susunanpengadilan yang beraneka ragam
sebelumnya. Menurut Pasal 1 undang – undang tersebut dihapus yaitu sebagai
berikut :
·
Mahkamah Yustisi di Makasar dan alat penuntut umum padanya.
·
Appelraad di Makasar.
·
Apeelraad di Medan.
·
Segala pengadilan Negara dan segala landgerecht (cara baru)
dan alat penuntut umum padanya.
·
Segala pengadilan kepolisian dan alat penuntut umum padanya.
·
Segala pengadilan magistraad (pengadilan rendah).
·
Segala pengadilan kabupaten
·
Segala raad distrik.
·
Segala pengadilan negorij.
·
Pengadilan swapraja.
·
Pengadilan adat.
Hakim
perdamaian desa yang diatur oleh Pasal 3a RO itu masih berhak hidup dengan
alasan sebagai berikut :
·
Yang dicabut oleh KUHAP ialah yang mengenai acara pidana
sedangkan HIR dan Undang – undang Nomor 1 (drt) 1951 juga mengatur acara
perdata dan hukum pidana materiil.
·
Undang – undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman juga tidak menghapusnya.
7.
Lahirnya Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana
Setelah lahirnya orde baru terbukalah kesempatan untuk
membangun segala segi kehidupan. Puluhan undang – undang diciptakan, terutama
merupakan pengganti peraturan warisan colonial.
Sejak Oemar Seno Adji menjabat Menteri Kehakiman, dibentuk
suatu panitia di departemen Kehakiman yang bertugas menyusun suatu rencana
undang – undang Hukum Acara Pidana. Pada waktu Mochtar Kusumaatmadja
menggantikan Oemar Seno Adji menjadi Menteri Kehakiman, penyempurnaan rencana
itu diteruskan. Pada Tahun 1974 rencana terseut dilimpahkan kepada Sekretariat
Negara dan kemudian dibahas olehwmpat instansi, yaitu Mahkamah Agung, Kejaksaan
Agung, Hankam termasuk didalamnya Polri dan Departemen Kehakiman.
Setelah Moedjono menjadi Menteri Kehakiman, kegiatan dalam
penyusunan rencana tersebut diitensifkan. Akhirnya, Rancangan Undang – undang
Hukum Acara Pidana itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas
dengan amanat Presiden pada tanggal 12 September1979 Nomor R.08/P.U./IX/1979.
Yang terakhir menjadi masalah dalam pembicaran Tim
Sinkronisasi dengan wakil pemerintah, ialah pasal peralihan yang kemudian
dikenal dengan Pasal 284.
Pasal 284 ayat (2) menjajikan bahwa dalam 2 tahun akan
diadakan perubahan peninjauan kembali terhadap hukum acara pidana khusus
seperti misalnya yang terdapat dalam Undang – undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Tapi
kenyataannya setelah 19 tahun berlakunya KUHAP, tidak ada tanda – tanda adanya
usaha untuk meninjau kembali acara khusus tersebut, bahkan dengan PP Nomor 27
Tahun 1983 telah ditegaskan oleh Pemerintah bahwa penyidikan delik – delik
dalam perundang – undangan pidana khusus tersebut, dilakukan oleh berikut ini:
·
Penyidik
·
Jaksa.
·
Pejabat Penyidik yang berwenang yang lain, berdasarkan
peraturan perundang – undangan (Pasal 17 PP Nomor 27 Tahun 1983).
Rancangan Undang – Undang Hukum Acara Pidana disahkan oleh
siding paripurna DPR pada tanggal 23 September 1981, kemudian Presiden
mensahkan menjadi undang – undang pada tanggal 31 Desember 1981 dengan nama
KITAB UNDANG – UNDANG ACARA PIDANA (Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981, LN 1981
Nomor 76, TLN Nomor 3209.
B.
HUKUM ACARA PIDANA
Hukum pidana di bagi menjadi 2 yaitu:
1. Hukum pidana materil : KUHP
2. Hukum pidana formil : KUHAP
Dasar
hukumnya UU no 8 tanggal 31 Desember 1981 yang dahulu bernama HLR (Het Heraine
Lulandesh Retlamag) serta dasar hukumnya Stadblaa 1941 no UU.
KUHAP
berfungsi melaksanakan pasal-pasal yang terdapat di dalam KUHP.
Kelebihan
KUHAP
·
Terjadi perubahan dalam hukum acara
dibanding kelebihan KUHAP dari acara sebelumnya
dibanding kelebihan KUHAP dari acara sebelumnya
·
Hak-hak tersangka tertuduh atau terdakwa lebih diperhatikan
·
Adanya bantuan hukum ada sebuah tingkat pemeriksaan
·
Diaturnya dasar hukum untuk penangkapan / penahanan di sertai pembatasan
jangka waktu
·
Ketentuan mengenai ganti kerugian dan rehabilitasi
·
Ketentuan mengenai dimungkinkannya penggabungan perkara gugatan ganti
kerugian pada perkara pidana
·
Tersedianya upaya-upaya hukum yang lebih lengkap
·
Ketentuan mengenai koneksitas
·
Adanya pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan
Ketentuan Hukum dalam UU
Pasal 1 Ayat
1.
Penyidik adalah pejabat polisi negara RI atau pejabat pegawai negeri
sipil yang diberi wewenang khusus oleh UU untuk melakukan penyidikan
2.
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal yang diatur
dalam UU ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya
3.
Penyidik pembantu adalah pejabat polri di beri wewenang tertentu
melaksanakan tugas penyidikan yang diatur dalam UU
4.
Penyelidik adalah pejabat polri yang diberi wewenang oleh UU ini untuk
melaksanakan penyelidikan
5.
Penyelidikan adalah serangkaiantindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan
dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan menurut cara yang diatur dalam UU
ini
6.
a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak
sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap
b. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi
wewenang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim
7. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk
melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang, dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam UU ini dengan permintaan supaya diperiksa dan
diputus oleh hakim di sidang pengadilan negeri. Berkas yang dibawa polisi yang menyangkut dengan
masalah di sebut BAP (Berita Acara Pemeriksaan)
8. Hakim adalah pejabat peradilan negara yang di
beri wewenang oleh UU untuk mengadili
9. Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk
menerima, memeriksa dan mengurus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur
dan tidak memihak misi dalam pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam Undang-Undang
10. Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri
untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam UU ini, tentang:
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan
c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukn oleh pengadilan
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan
c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukn oleh pengadilan
11. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang
diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka yang dapat berupa pemindanaan atau
bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang
diatur dalam UU ini
12. Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut
umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau
banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan PK menurut
cara yang diatur dalam UU
13. Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya
atau keadaaannya berdasarkan bukti permulaan patut di duga sebagai pelaku
tindak pidana
14. Terdakwa adalah orang tersangka yang dituntut,
diperiksa dan diadili di sidang pengadilan
15. Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik
untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya, benda
bergerak/tidak bergerak, benda berwujud/tidak berwujud, untuk kepentingan
pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan
16. Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk
memasuki rumah, tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan
tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan menirit cara yang
diatur dalam UU ini
17. Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik
untuk pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang
diduga keras pada badannya atau dibawanya serta untuk disita
C.
DASAR – DASAR HUKUM ACARA PIDANA
1. Pengertian Hukum Acara Pidana.
Hukum acara pidana adalah hukum yang menagtut
bagaimana cara perlengkapan pemerintah melaksanakan tuntutan , memperoleh
tuntutan hakim dan melaksanakan putusan tersebut , apabila ada orang atau
sekelompok orang yang melakukan perbuatan pidana. ( Wirjono Prodjodikoro , 1980
). Hukum acara pidana dapat diartikan juga sebagai peraturan yang mengatur
bagaimana cara mempertahankan berlakunya hukum pidana materiil.
2. Sumber Hukum Acara Pidana.
Sumber hukum acara pidana terdiri atas sumber
hukum acara pidana yang sudah dikodifikasi , yaitu Undang – Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang KUHAP , dan sumber hukum acara pidana yang belum
dikodifikasi , misalnya Undang – Undang yang mengatur tentang tindak pidana
korupsi ( Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 ).
Hal-hal yang baru sebagai perkembangan hukum
acara pidana menurut KUHAP , di antaranya :
1. Pemisahan fungsi penyidik ( polisi ) dengan
Penuntut Umum ( jaksa ).
2. Praperadilan ( pasal 77 KUHAP ).
3. Masa penahanan.
4. Setiap orang berhak mendapat bantuan hukum.
5. Adanya kesempatan untuk mengajukan permohonan
ganti rugi dan rehabilitasi ( Pasal 77 dan Pasal 95 KUHAP ).
3. Asas – Asas Hukum Acara
Pidana.
Asas-asas Hukum Acara Pidana :
1. Cepat, sederhana, biaya ringan
2. Asas praduga tidak bersalah
3. Pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan
4. Pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum
5. Oportunitas
6. Legalitas
7. Semua orang diperlakukan sama
8. Tersangka dan terdakwa berhak mendapat
bantuan hukum
9. Asas akusator dan inkisitor
1. Cepat, Sederhana, Biaya Ringan
Peradilan cepat bertujuan untuk menghindari
penahanan yang lama sebelum ada keputusan dari hakim. 24 (4), 25(5) KUHAP;
segera dilakukan penyelidikan 102(1) PU segera membuat surat dakwaan 140 50
KUHAP → segera diadili
326 KUHAP → pelimpahan berkas perkara banding
Kendala dalam asas ini antara lain :
Rentut (Rencana Tuntutan) JPU
Jumlah hakim sedikit, ruang sidang sedikit
Renwak (Rencana Dakwaan) JPU
Banyaknya perkara
→ Kasasi dan Banding dibatasi → hakim harus
memutus seadil-adilnya.
2. Asas Praduga Tidak Bersalah (presumption of
innocence)
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan,
dituntut, atau dihadapkan ke muka sidang pengadilan wajib dianggap tidak
bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum yang tetap (Penjelasan Umum butir 36 KUHAP).
3. Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan 154
– 155 KUHAP Pemeriksaan yang dilakukan oleh hakim langsung kepada terdakwa dan
saksi, lisan tidak tertulis, tanpa perantara, dilakukan langsung di muka sidang
pengadilan.
4. Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum
(153 KUHAP)
Pernyataan hakim tentang sidang terbuka untuk
umum atau tidak, pengecualian untuk perkara-perkara kesusilaan, atau untuk
terdakwa anak-anak.
Ada 2 versi mengenai sidang tertutup :
1) Hakim langsung menyatakan bahwa persidangan
tertutup;
2) Dinyatakan tertutup sesudah surat penuntutan
dakwaan dibacakan.
Hal ini bertujuan untuk menjaga
kejiwaan/psikologi korban atau terdakwa apabila korban/terdakwanya anak-anak.
5. Oportunitas
Penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang
yang melakukan tindak pidana yang menurutnya akan merugikan kepentingan umum
(bgs & neg).
6. Legalitas
Penuntut umum wajib menuntut seseorang yang
melakukan tindak pidana.
7. Semua Orang Diperlakukan Sama
Pengadilan mengadili menurut hukum dan tidak
membeda-bedakan orang.
8. Tersangka dan Terdakwa Berhak Mendapat
Bantuan Hukum
69-74 KUHAP → bantuan hukum
50-68 KUHAP → hak-hak tersangka
Ø Apabila penuntutan hukumannya lebih dari
5 / 15 tahun, maka penuntut umum wajib menunjuk seorang penasehat hukum (56
KUHAP)
Ø Apabila tidak didampingi penasehat hukum
maka jaksa akan mengembalikan kepada polisi untuk dilakukan penyidikan ulang
dengan didampingi penasehat hukum.
Ø Kensekuensi ada kewajiban bagi para
hakim, penuntut umum, dan penyidik untuk memberitahukan bahwa terdakwa berhak
mendapat bantuan hukum.
9. Asas Akusator dan Inkisitor
Inkisitor :
- tersangka dan terdakwa sebagai objek
- tidak didampingi penasehat hukum
- pemeriksaan dilakukan secara tertutup
- menitikberatkan kepada pengakuan.
Akusator :
- tersangka dan terdakwa sebagai subjek
- diberi hak untuk didampingi penasehat hukum
- pemeriksaan dilakukan secara terbuka
- menitikberatkan kepada pembuktian.
4. Proses Pemeriksaan
Perkara Pidana.
a)
Jenis – jenis
pemeriksaan perkara pidana.
·
Pemeriksaan biasa.
Pemeriksaan perkara
dengan prosedur biasa , untuk perkara pidana yang tidak mudah , baik pembuktian
maupun penerapan hukumnya.
·
Pemeriksaan singkat. ( sumir ).
Pemeriksaan pewrkara
yang menurut Penuntut Umum , pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan
sifatnya sederhana.
·
Pemeriksaan cepat ( rol ).
Acara tindak pidana
ringan yang ancaman pidananya paling tinggi 3 bulan atau denda Rp,7.500,--, dan
acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas.
b) Proses pemeriksaan perkara pidana.
Pada proses pemeriksaan perkara pidana , terlibat
beberapa pihak , yaitu :
·
Tersangka
·
Penyidik.
·
Penuntut Umum (Jaksa).
·
Penasehat Hukum.
Proses pemeriksaan perkara pidana dibagi menjadi
dua , yaitu:
a. Pemeriksaan Pendahuluan.
1) Tindakan penyelidikan dan penyidikan.
Polisi berusaha menemukan tersangka ,
mengumpulkan bukti dan kemudian menyusun dalam Berita Acara Pemeriksaan.
2) Berkas Perkara diserahkan Penuntut Umum,
kemudian oleh Penuntut Umum perkara dilimpahkan ke Pengadilan Negeri. Jika
diperlukan Penuntut Umum dapat mengembalikan berkas perkara kepada polisi untuk
diperbaiki ( disebut Pra Penuntutan ).
b. Pemeriksaan di dalam sidang.
Tahap – tahap pemeriksaan sebagai berikut :
1) Pernyataan sidang dibuka dan terbuka untuk
umum.
2) Majelis hakim menanyakan identitas terdakwa.
3) Pembacaan surat dakwaan oleh Penuntut Umum /
jaksa.
4)Terdakwa atau penasehat hukumnya dapat
mengajukan eksepsi.
5)Pemeriksaan saksi – saksi , alat bukti dan
pemeriksaan terdakwa.
6) Apabila pemeriksaan dianggap cukup , maka
Penuntut Umum / Jaksa membacakan surat tuntutan ( requisitoir ).
7) Terdakwa dan penasehat hukumnya dapat mengajukan
pembelaan ( Pledoit ).
8) Jaksa dapat menanggapi pledoit , dengan
mengajukan replik.
9)Terdakwa atau penasehat hukumnya dapat
menanggapi replik dengan mengajukan duplik.
10) Majelis hakim menjatuhkan putusan.
c) Macam – macam Putusan Hakim.
a.Putusan hakim yang mengandung pembabasan
terdakwa ( vrijspraak ).
b.Putusan hakm yang mengandung “ Pelepasan
terdakwa dari segala tuntutan “ ( Ontslag van rechtsvervolging ).
c.Putusan hakim yang berupa pemidanaan
terdakwa ( Verordeling ).
d) Macam – macam Upaya Hukum.
a. Upaya hukum biasa.
Upaya hukum biasa adalah upaya hukum
untukmemperbaiki kekuatan hukum tetap , yaitu upaya hukum banding dan upaya
hukum kasasi.
b. Upaya Hukum luar biasa.
Upaya hukum luar biasa adalah upaya hukum untuk
memperbaiki putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap , yaitu
upaya hkum peninjauan kembali dan upaya hukum kasasi demi kepentingan hukum
,yang dapat ditinjaukan oleh Jaksa Agung.
e) Pelaksanaan Putusan Hakim.
Penuntutan Umum atau Jaksa berwenang melaksanakan putusan
hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu panitera
pengadilan berkewajiban untuk mengirimkan putusan hakim kepada jaksa
dilaksanakan sesuai dengan amar putusan hakim.
D. PRA PENUNTUTAN
Prapenuntutan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana tidak diatur dalam bab tersendiri tetapi terdapat didalam
bab penyidikan dan bab penuntutan yakni pada Pasal 109 dan Pasal 138 KUHAP.
Lembaga prapenuntutan ini bersifat mutlak, karena tidak ada suatu perkara
pidana pun sampai ke pengadilan tanpa melalui proses prapenuntutan, sebab dalam
hal penyidik telah melakukan penyelidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak
pidana, penyidik wajib memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut
umum.
Definisi dari Prapenuntutan itu sendiri yakni Pengembalian
berkas perkara dari penuntut umum kepada penyidik karena penuntut umum
berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata kurang lengkap disertai
petunjuk untuk melengkapinya. Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam
waktu 14 (empat belas) hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas perkara.
Sedangkan pengertian dari tingkat prapenuntutan, yakni antara dimulainya
Penuntutan dalam arti sempit (perkara dikirim ke pengadilan) dan penyidikan
yang dilakukan oleh penyidik. Prapenuntutan merupakan tindakan jaksa
untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan
dimulainya penyidikan oleh penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan
berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk
guna dilengkapi penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut
dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.
Proses berlangsungnya prapenuntutan dilaksanakan baik oleh
penyidik maupun penuntut umum berdasarkan ketentuan Pasal 110 ayat (2) KUHAP
juncto Pasal 138 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP, antara lain sebagai berikut :
- Penuntut umum setelah menerima pelimpahan berkas
perkara wajib memberitahukan lengkap tidaknya berkas perkara tersebut
kepada penyidik.
- Apabila hasil penelitian terhadap berkas perkara hasil
penyidikan penyidik belum lengkap maka penuntut umum mengembalikan berkas
perkara kepada penyidik disertai petunjuk paling lama 14 (empat belas)
hari terhitung berkas perkara diterirna oleh penuntut umum.
- Penyidik yang tidak melaksanakan petunjuk untuk
melengkapi berkas perkara maka proses kelengkapan berkas perkara tersebut
menjadi bolak-balik.
Dalam pelaksanaannya, proses
prapenuntutan selain dapat menghindari rekayasa penyidikan juga dapat
mempercepat penyelesaian penyidikan serta menghindari terjadinya arus
bolak-balik perkara. Proses prapenuntutan selain dapat menghilangkan kewenangan
penyidikan oleh penuntut umum dalam perkara tindak pidana umum juga dalam
melakukan pemeriksaan tambahan bilamana penyidik Polri menyatakan telah
melaksanakan petunjuk penuntut umum secara optimal namun penuntut umum tidak
dapat melakukan penyidikan tambahan secara menyeluruh artinya penuntut umum
hanya dapat melakukan pemeriksaan tambahan terhadap saksi-saksi tanpa dapat
melakukan pemeriksaan terhadap tersangka.
Prapenuntutan dilakukan sebelum suatu perkara diajukan ke
pengadilan. Hal ini dimaksudkan untuk mempersiapkan tindakan penuntutan di
depan sidang pengadilan dan menentukan keberhasilan penuntutan, artinya
tindakan prapenuntutan sangat penting guna mencari kebenaran materiil yang akan
menjadi dasar dalam proses penuntutan. Dalam pengertian prapenuntutan juga
terdapat istilah penyidikan, hal ini diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHAP, yang
menyebutkan bahwa penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal
dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang (KUHAP) untuk mencari dan
mengumpulkan bukti yangmana dengan bukti itu membuat terang tentang tindak
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan dilakukan oleh pejabat
Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil (PPNS)
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang, hal ini disebutkan di
dalam Pasal 6 ayat (1) KUHAP.
Setelah penyidikan dinyatakan selesai maka berdasarkan Pasal
110 ayat (1) KUHAP, penyidik wajib untuk segera menyerahkan berkas perkara itu
kepada penuntut umum. Hal ini untuk memenuhi asas peradilan cepat, sederhana
dan biaya ringan. Berkas perkara diterima oleh Jaksa atau Penuntut Umum untuk
mempelajari dan meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan tersebut.
Bila terdapat kekurangan baik secara formil maupun materiil maka Jaksa atau
Penuntut Umum segera memberitahukan kepada penyidik untuk dilengkapi. Jika
Jaksa atau Penuntut Umum menyatakan berkas telah lengkap maka perkara tersebut
segera dilimpahkan ke pengadilan dan proses prapenuntutan telah selesai
kemudian masuk ke proses Penuntutan. Definisi dari Penuntutan itu sendiri yakni
tindakan Penuntut Umum (PU) untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri
(PN), yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang
dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim dalam persidangan.
·
PENUNTUTAN adalah Tindakan penuntut umum melimpahkan
perkara pidana kepengadilan negeri yang berwenang dengan permintaan supaya
perkara tersebut diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. (vide
psl 1 butir 7)
·
SURAT DAKWAAN
a.
rumusan surat dakwaan harus sejalan dengan hasil pemeriksaan
penyidikan.
b.
Surat dakwaan adalah dasar pemeriksaan hakim.
SYARAT SURAT
DAKWAAN
a.
syarat formal, dakwaan harus memuat tanggal dan tandatangan dari penuntut umum,
memuat nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan terdakwa.
b. Syarat materiil, dakwaan harus memuat uraian cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan, dan menyebut waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (tempus delicti dan locus delicti) (vide psl 143).
b. Syarat materiil, dakwaan harus memuat uraian cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan, dan menyebut waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (tempus delicti dan locus delicti) (vide psl 143).
Kekurangan syarat formal tidak menyebabkan batal demi hukum
akan tetapi dapat dibatalkan, sedangkan kekurangan syarat materiil
mengakibatkan surat dakwaan batal demi hukum.
BENTUK-BENTUK SURAT DAKWAAN
A. Dakwaan biasa, disusun hanya berisi
satu saja dakwaan.
B. Dakwaan alternatif, antara isi
rumusan dakwaan yang satu dengan yang lain saling mengecualikan, dan memberi
pilihan kepada hakim untuk menentukan dakwaan mana yang terbukti.
C. Dakwaan subsidair, bentuk surat
dakwaan yang terdiri dari dua atau beberapa dakwaan yang disusun secara
berurutan mulai dari dakwaan tindak pidana yang terberat sampa kepada dakwaan
tindak pidana yang teringan.
D. Dakwaan kumulasi, dakwaan yang
disusun berupa rangkaian dari beberapa dakwaan atas kejahatan atau pelanggaran
sekaligus.
Pemecahan
berkas perkara (splitsing):
a. apabila terdakwa terdiri dari beberapa orang, penuntut umum dapat memecah perkara menjadi beberapa berkas sesuai dengan jumlah terdakwa,
a. apabila terdakwa terdiri dari beberapa orang, penuntut umum dapat memecah perkara menjadi beberapa berkas sesuai dengan jumlah terdakwa,
b.
sehingga, berkas yang semula diterima penuntut umum dari penyidik, dipecah menjadi
dua atau beberapa perkara.
c. Dengan pemecahan berkas perkara, masing-masing tredakwa didakwa dalam satu surat dakwaan yang berdiri sendiri.
c. Dengan pemecahan berkas perkara, masing-masing tredakwa didakwa dalam satu surat dakwaan yang berdiri sendiri.
Pelimpahan berkas perkara ke pengadilan :
a.
pelimpahan berkas perkara ke pengadilan dilakukan dengan surat pelimpahan
perkara dengan dilampiri surat dakwaan dan berkas perkara dengan permintaan
agar PN segera mengadili.
b. Turunan/salinan pelimpahan berkas perkara beserta surat dakwaan disampaikan kpd tersangka atau penasihat hukumnya, bersamaan waktunya dengan penyampaian pelimpahan berkas perkara ke PN. (vide, psl 143/1)
PERUBAHAN SURAT DAKWAAN
a) perubahan hanya dapat dilakukan satu
kali saja.
b) Perubahan hanya dapat dilakukan
selambat-lambatnya 7 hari sebelum sidang dimulai.
c) Penuntut umum harus menyampaikan
turunan perubahan surat dakwaan kpd tersangka atau penasihat hukumnya. (vide,
psl 144).
F.
PENYERAHAN BERKAS PERKARA
a)
Penyerahan berkas
perkara tahap pertama (prapenuntutan)
1) Penyidik secara nyata dan fisik menyampaikan berkas perkara kpd
penuntut umum.
2) Namun demikian penyidikan belum dianggap selesai, sebab masih ada
kemungkinan hasil penyidikan yang diserahkan akan dikembalikan oleh penuntut
umum kepada penyidik dengan petunjuk agar penyidik melakukan tambahan
pemeriksaan penyidikan.
3) Apabila penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan berkas perkara
untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan, dan
dalam tempo 14 hari sesudah penerimaan pengembalian berkas perkara dari penuntut
umum, penyidik harus menyelesaikan pemeriksaan penyidikan tambahan dan
mengembalikan berkas kepada penuntut umum.
d. Penydikan dianggap lengkap dan selesai, apabila dalam tenggang waktu 14 hari dari tanggal penerimaan berkas, penuntut umum tidak mengembalikan berkas perkara kepada penyidik atau penuntut umum telah menyatakan bahwa berkas perkara telah lengkap.
d. Penydikan dianggap lengkap dan selesai, apabila dalam tenggang waktu 14 hari dari tanggal penerimaan berkas, penuntut umum tidak mengembalikan berkas perkara kepada penyidik atau penuntut umum telah menyatakan bahwa berkas perkara telah lengkap.
b)
Penyerahan tahap kedua
(penuntutan)
1) Terhitung sejak berkas perkara dinyatakan lengkap.
2) Penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti
kpd penuntut umum.
G.
FUNGSI DAN WEWENANG PENYELIDIK
Pasal 5 KUHAP
1.
Berdasarkan hukum dapat berupa:
a. Menerima laporan atau pengaduan
b. Mencari keterangan dan barang
bukti
c. Menyuruh berhenti seseorang
yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal
d. Mengadakan tindakan lain menurut hokum yang
bertanggung jawab
2.
Berdasarkan perintah penyidik dapat berupa:
a. Penangkapan, larangan
meninggalkan tempat, penggeledahan , penyitaan
b. Pemeriksaan dan penyitaan surat
c. Mengambil sidik jari dan
pemotretan seseorang
d. Membawa dan menghadapkan
seseorang kepada penyidik
H.
HAKIM (MAJELIS / TUNGGAL)
Tugas dan wewenang hakim dalam kapasitasnya ketika sedang
menangani perkara mempunyai wewenang sebagai berikut:
1. Untuk kepentingan pemeriksaan
hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.
(pasal 30 (3) dan pasal 26 (1).
2. Memberikan penangguhan
penahanan dengan atau tanpa jaminan hutang / orang berdasarkan syarat yang
ditentukan. (pasal 31 ayat 1) Yaitu polisi, jaksa, hakim dengan alasan tepat dari keluarga /
tersangka.
3. Mengeluarkan penetapan agar
terdakwa yang tidak hadir dipersidangan tanpa alasan yang sah. (pasal 154 ayat
6).
4.
Menentukan tentang sah atau tidaknya segala alasan atas permintaan orang
karena pekerjaannya harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan
rahasia dan minta dibebaskan dari kewajibannya sebagai saksi. (pasal 170 KUHAP).
5. Mengeluarkan perintah penahanan
terhadap seorang saksi yang diduga telah memberikan keterangan palsu
dipersidangan baik karena jalannya ataupun atas permintaan penuntut umum.
(pasal 174 ayat 2).
6. Memerintahkan perkara yang
diajukan oleh penuntut umum secara singkat agar diajukan ke sidang pengadilan
dengan acara biasa setelah adanya pemeriksaan tambahan dalam waktu 14 hari,
tetapi penuntut umum belum juga dapat menyelesaikan tambahan tersebut. (pasal
203 ayat 3).
7. Memberikan penjelasan terhadap
hukum yang berlaku jika dipandang perlu di persidangan baik atas kehendaknya
sendiri maupun atas permintaan terdakwa atau penasehat hukumnya (pasal 221
KUHAP)
I.
HAK TERSANGKA/TERDAKWA
Perbedaan tersangka dengan terdakwa
ditemukan pada bab I tentang ketentuan umum pasal 1 angka 14 dan 15 KUHAP:
“Tersangka adalah seorang yang karena
perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai
pelaku tindak pidana. Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut,
diperiksa dan diadili di sidang pengadilan”.
Hak tersangka / terdakwa dalam KUHAP
1. Hak untuk segera mendapatkan
pemeriksaan oleh penyidik diajukan pada penuntut umum, dan perkaranya
dilimpahkan kepada pengadilan untuk diadili (pasal 50 ayat 1,2,3)
2. Hak agar diberitahukan secara
jelas dengan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan
kepadanya dan didakwakan pada waktu pemeriksaan (pasal 51 butir a dan b)
3. Hak untuk memberikan keterangan
secara bebas kepada penyidik dan kepada hakim pada waktu tingkat penyidikan dan
pengadilan (pasal 52 no 3)
4. Hak untuk mendapatkan juru
bahasa (pasal 53 ayat 1)
5. Hak untuk mendapatkan bantuan
hukum guna kepentingan pembelaan selama dan waktu atau setiap tingkat
persidangan (pasal 54)
6. Hak untuk memilih penasehat
hukumnya sendiri (pasal 55), serta dalam hal tidak mampu berhak di dampingi
penasehat hukum secara cuma-cuma / prodeo / gratis
7. Hak tersangka apabila di tahan
untuk dapat menghubungi penasehat hukum setiap saat diperlukan dan hak
tersangka / terdakwa warga negara asing untuk menghubungi dan berbicara dengan
perwakilan negaranya (pasal 57 ayat 1,2). Ekstradisi : tidak menyerahkan warganya
kepada warga negara lain
8. Hak tersangka / terdakwa
apabila di tahan untuk menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya
(pasal 58)
9. Hak agar diberitahukan kepada
keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka / terdakwa apabila di
tahan bagi pengangguhnya dan hak berhubungan dengan keluarga sesuai dimaksud
diatas (pasal 59)
10. Hak tersangka / terdakwa secara
langsung atau dengan perantaraan penasehat hukumnya menerima kunjungan sanak
keluarganya guna kepentingan pekerjaan atau kekeluargaan (pasal 61)
11. Hak tersangka / terdakwa
mengirim dan menerima surat dengan penasehat hukumnya (pasal 62 KUHP)
12. Hak tersangka / terdakwa
menghubungi dan menerima kunjungan rohaniwan (pasal 64)
13. Hak agar terdakwa di adili di
sidang pengadilan terbuka secara umum (pasal 64)
14. Hak tersangka / terdakwa untuk
mengajukan saksi dan ahli (orang yang mempunyai ilmu pengetahuan untuk
dipersidangkan) (pasal 65)
15. Hak tersangka / terdakwa agar
tidak di bebani kewajiban pembuktian (pasal 66 KUHAP)
16. Hak tersangka / terdakwa
mendapatkan ganti kerugian dan rehabilitasi (pasal 68)
17. Hak terdakwa mengajukan
keberatan tentang tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat
di terima atau surat dakwaan harus dibatalkan (pasal 156 ayat 1)
18. Hak terdakwa untuk mengajukan
banding, kasasi dan melakukan peninjauan kembali (pasal 67 junto, pasal 233,
244, 263 ayat 1 KUHAP)
J.
Perbuatan
Pidana
Kapankah dikatakan orang bahwa perbuatan/tindakan itu
adalah “perbuatan pidana” (tindak pidana)?. Perbuatan pidana itu ialah
perbuatan yang apabila dilakukan maka kepada pembuatnya dapat dikenakan pidana
(hukuman) atau tindakan.jadi sesuatau perbutan yang “melawan hukum” dapat
menjelma menjadi perbuatan pidana” yakni apabila perbuatan itu demikian rupa
sifat melawan haknya sehingaga memenuhi segenap unsure-unsur yang diperlukan
dalam rumusan tindak pidana yang tersebut dalam pasal/ketentuan KUHP/peraturan
pidana diluar KUHP.
K.
Perbedaan penting
Perkara pidana-Perkara perdata
Perkara pidana adalah bersangkutan dengan kepentingan
umum, juga mempunyai sifat hukum public, berbeda sekali dengan sifat perkara
perdata, yang mana bersangkutan dengan kepentingan pribadi(perseorangan/privat)
sehingga apabila inisiatif untuk berperkara dalam perkara pidana timbul dari
Penuntut Umum(keculai dalam tindak pidana pengaduan), maka inisiatif untuk
berperkara dalam perkara Perdata timbul dari perseorangan.
Dalam perkara perdat sebelum adanya keputusan hakim,
pihak-pihak dapat menghentikan perkara , hal itu semata-mata terserah kepada
pihak –pihak itu, sedang dalam perkara pidana tidak mungkin dihentikan secara
demikian.
Hakim dalam Perkara Perdata hanya menyelidiki apa yang
dikemukakan oleh pihak-pihak , jadi pada asanya oasif, sedang dalam perkara
pidana hakim diharuskan Karen jabatannya menyelidiki pula apa yang tidak
dikemukakan, demi untuk memperoleh kebenaran yang sebenar-benarnya (kebenaran
meteriil).
Dalam perkara pidana walaupun alat bukti sudah cukup,
apabila hkim tidak yakin akan kesalahan terdakwa, tidaklah cukup untuk
menjatuhkan pidana (hukuman) terhadapnya, sedang dalam perkara perdata
apabila alat bukti telah cukup, tidak diperlukan lagi adanya keyakinan hakim
akan adanya kebenaran.
L.
Peraturan-peraturan
Hukum Acara Pidana
Setelah berlakunya KUHAP (31-12-1981) maka
peraturan-peraturan mengenai hukum acara pidana diluar KUHAP itu dicabut,
kecuali selama dalam masa peralihan (2 tahun) untuk sementara masih berlaku
ketentuan tentang Hukum Acara Pidana dalm undang-undang khusus, misalnya
undang-undang tindak pidana ekonomi, selama belum dicabut..
Yang diatur didalam KUHAP :
Acara pemeriksaan di pengadialn tingakat pertama,
upaya hukum di tingkat banding dan tingkat kasasi.
a.
Hubungan antara
penyidikan, penuntutan dengan pengadilan (izin ketua pengadilan untuk
penahanan, penggeledahan, pemasukan rumah, pemeriksaan surat dan penyitaan),
b.
Wewenang
pengadilan, yang meliputi Praperadilan, pengadilan negeri,
Pengadila Tinggi, Mahkamah Agung,
c.
Mengenai
koneksitas, ganti kerugian dan rehabilitasi dan penggabungan gugatan ganti
kerugian.
Fase-fase
dalam Hukum Acara Pidana
Hukum
acara pidna dapat dibagi atas beberapa fase:
1) Pemeriksan
pendahuluan
a. penyelidikan
dan penyidikan dan pengumpulan alat-alat bukti
b. prapenuntutan
dan penuntutan supaya perkara itu disidangkan
2) pemeriksaan
didepan siding Pengadilan
a. pemeriksaan
terhadap saksi-saksi dan alat bukti lainnya
b. pemeriksaan
terhadap terdakwa
3) Tututan pidana
(requistoir) dari penuntut umum dan pembelaan (pledoi) oleh
terdakwa/pembelanya.. kalau perlu, replik pen. Umum dan kemudian duplik terdakwa
pembelanya.
4) Keputusan hakim
5) Eksekusi dan
pengawasan dan pengamatan eksekusi.
Petugas-Petugas
Dalam Pemeriksaan Pendahuluan
1) Penyelidik
Setiap pejabat Polri adalah penyelidik
(mulai dari pangkat terendah sampaidengan yang tertinggi.
Mereka berwenang untuk seluruh wilayah RI, khususnya dalam daerah hukum
masing-masing.
Wewenang penyelidik :
Karena
kewajibannya:
~ menerima laporan/ pengaduan tentang adanya tindak
pidana
~ mencari keterangan dan barang bukti
~
menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan srta memeriksa tanda
pengenal dirinya
~ mengadakan tindakan lain menurut hukum,yang
bertanggung jawab.
Karena
diperintahkan oleh penyidik:
~ penangkapan, larangan meninggalkan tempat,
penggeledahan, penyitaan
~ pemeriksaan/penyitaan surat
~mengambil sidik jari dan memotret seorang
~membawa dan menghadapkan seorang kepada penyidik
2) Penyidik
Pembantu
Diantara
penyelidik-penyelidik itu ada yang diangkat oleh Kapolri sebagai penyidik
pembantu , dengan wewenang yang melibihi wewenang penyelidik, tapi kurang
dibanding dengan wewenang penyidik.
Penyidik
Ada dua macam: Penyidik
Polri dan Penyidik non Polri, yakni pejabat Pegawai Negri Sipil tertentu,
yang diberi wewenang khusus menurut undang-undang mislanya: pejabat bea cukai,
Imigrasi, kehutanan, nakhoda.
Penyidikan ialah :
Serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik
menurut ketentuan undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang
membuat terang sesuatu tindak pidana dan menemukan pembuatnya.
Penuntut
Umum
Penuntut umum ialah jaksa yang diberi wewenang
untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Wewenang
penuntut umum:
a.
menerima
pemberitahuan dari penyidik dalam hal penyidikan telah mulai/diberhentikan,
b.
menerima dari penyidik
dalam hal tahap pertama : berkas perkara, menerima dari penyidik
dalam hal tahap kedua : tanggung jawab atas tersangka dna barang bukti,
c.
menerima dari
penyidik pembantu langsung berkas perkara singkat,
d.
melakukan
prapenuntutan,
e.
memberi
perpanjangan penahanan,
f.
melakukan
penahanan, penahanan lanjutan, penahanan rumah/kota serta mengalihkan jeis
penahanan,
g.
memberi penangguhan
penahanan tersangka/ terdakwa (atas permintaan yang bersangkutan) dan
mencabutnya bila syaratnya dilanggar,
h.
mengadakan
pelelangn benda sitaan yang lekas rusak/membahayakn dengan disaksikan oleh
tersangka/terdakwa/ kuasanya, melarang/ mengurangi kebebasan
hubungan antara penasehat hukum dengan tersangka karena disalah gunakan,
i.
mengaasi hubungan
tersangka dengan penasehat hukumnya tanpa mendengar isi pembicaraan (tapi dalam
hal kejahatan terhadap keamanan Negara dapat),dalam peperkara
koneksitas,
j.
penuntut umum
menerima penyerahan perkara dari oditur militer, dijadikan dasar untutk
mengajukan perkara itu kepada PN yang berwenang,
k.
menentukan apakah
berkas telah atau belum memenuhi syarat untuk diajukan ke PN,
l.
mengadakan tindakan
lain dalam lingkungan tugas tanggung jawabnya sebagai penuntut umum,
m.
membuat surat
dakwaan, membuat surat penetapan penghentian penuntutan/melanjutkan
kembali sesudah alasan baru, mengadakan penggabungan perkara dan
menyatukan surat dakwaannya , memisahkan perkara (spilitsing), melimpahkan
perkara ke PN, mengubah surat dakwan sebelum PN menetpkan hari
siding, pemberithuan tentang hari siding dan pemanggilan terdakwa
dan saksi, penuntutan, menutup perkara demi kepentingan
umum, tindakan lain dalam lingkungan tugas dan tanggung jawab
Penuntut Umum, melaksanakan penetapan hakim.
Tindakan-tindakan
dan wewenang ptugas-petugas dalam pemeriksaan pendahuluan
Penangkapan
Untuk melakukn penangkapan, syarat-syaratnya: ada
dugaan keras bahwa aorang itu telah melakukan tindak pidana berdasarkan bukti
permulaan yng cukup. Lebih dulu harus memperlihatkan surat tugas dan memberikan
surat perintah penagkapan, yang didalamnya tersebut: identitas tersangka,
alasan dan uraian singkat perkara kejahatn yang dipersangkakan dan tempat ia
diperiksa kecuali dalam hal tertangkap tangan.
Kecuali dalam hal tindak pidana aduan, tanpa
laporanpun penyelidik bertindak bila diketahuinya ada dilakukan sesuatu tindak
pidana, dan setiap orang yang mngetahui adanya permufakatan jahat untuk
melakukan tindak pidana terhadap ketentaraman dan keamanan umum, terhadap
jiwa/hak milik orang, wajib melaporkan seketika itu kepada yng berwajib.
Tertangkap
tangan
Sudah dikatakan bahwa adanya surat perintah
dna penyidik untuk melakukan tindakan penangkapan dll. Tertangkap tngan
mislanya: ia kedapatan masih menjingjing kaleng bensin yang dipergunakannya
untuk membakar itu, atau salah satu keadaan yng dimaksud “ dlaam keadaan
tertangkap tangan”,yakni:
1.tindak pidana itu sedang dilakukan atau
2. segera sesudah itu
3.ada teriakan ramai bahwa orang itu pelakunya
4.sesaat kemudian kedapatan padanya benda tanda
dilakukannya tindak pidana oleh orang itu atau sebagai pesertanya atau sebagai
pembantunya.
Penahanan
Syaratnya: ada dugaan keras bahwa orang itu telah
melakukan tindak pidanaberdasarkan cukup, bilaman dikuatirkanakan melarikan
diri, merusak/menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana.
Ada tiga macam penahanan :
1. yang
biasa, yakni dalam rumah tahanan Negara(rutan)
2. tahanan kota (1/5
nya akan diperhitungkan sebagai tahanan biasa)
3. tahanan
rumah (1/3nya akan diperhitungkan ebagai tahanan biasa).
lamanya
kemungkinan penahanan
Perkara yang diancaman pidananya kurang daripada 5
tahun namun pelakunya dapat ditahan tindak pidana menurut:
pasal 282 (3) KUHP :
tulisan cabul
“ 296“
: cabul
“ 335(1)
“
: pemerasan
“ 351 (1
“
:
penganiayaan
“ 353
(1)KUHAP : penganiayaan berencana
“ 372
“
:
penggelapan
“
378”
: penipuan
“
379a“
: kebiasaan
membeli tanpa bayar
“ 453
“
:
nakhoda mengundurkan diri
“ 454
“
:
desersi
“ 455
“
:
memperlengkapi kapal untuk membajak
“ 459
“
:
menyerang nakhoda
“
480”
: penadahan
“ 506
“
: mucikari
Penggeledahan
Penggeledahan dilakukan oleh petugas POLRI
atas perintah terlulis penyidik. Sebelumnya, petugas harus memperlihatkan tanda
pengenal ,dan tentang penggeledahan itu dibuat berita acara-acara, lalu
dibacakan dan ditanda tangani oleh Penyidik dan Tersangka atau
keluarganya atau Kepala Desa atau Ketua Lingkungan serta 2 orang saksi
.
Kalau tidak mau tanda tangani harus disebutkan dan apa
alasannya.. penggeledahan dapa dilakukan terhadap: rumah dan pakaian badan / rongga badan
Penggeledahan terhadap rumah dalam hal tersangka/
penghuninya tidak keberatan harus disaksikan oleh dua orang saksi. Tapi kalau
tersangka/penghuni keberatan harus disaksikan oleh kepala desa dan dua orang
saksi.
Penggeledahan terhadap pakaian (termasuk benda yang
dibawa serta) oleh penyelidik hanya bila terdapat dugaan keras dengan alasan
yang cukup bahwa tersangka terdapa benda yang dapat disita dan hanya
diperkenankan pada waktu menangkap tersangka. Penggeledhan pakaian oleh
penyidik demikian pula, hanya waktunya selain dari yang tersebut diatas juga
pada aktu tersangka dalam keadaan sebagaimana tsb. Diatas dibawa kepadanya.
Penyitaan
Penyitaan harus denagn izin KPN . Dalam keadaan
tertangkap tangan penyitaan dapat dilakukan tanpa izin KPN, tetapi sesudahnya
harus segera melaporkan untuk mendapat persetujuanny ( hanya terhadap benda
bergerak dan hanya terhadap:
1. benda
tagihan yang diduga diperoleh dari tindak pidana
2. benda
yang dipergunakan langsung untuk melakukan tindak pidana atau
mempersiapkan tindak pidan
3. benda
yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan
4. benda
yang khusus dibuat atau dipergunakan melalukan tindak pidana
5. benda
lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
Penyita harus terlebih dahulu menunjukkan tanda
pengenal. Benda yang akan disita diperlihatkan kepada tersangka/keluarganya.
Penyita dapat meminta keterangan mengenai benda itu, dengan disaksikan oleh dua
orang skasi, kemudian dibuat berita acara, lalu dibacakan, dan ditanda tangani
oleh ybs. Atau keluarganya atau kepala desa/ lingkungan dan oleh kedua saksi.
Kalau ada yang tidak mau menandatangani harus
disebutkn alasannya.Turunan Berita Acara disampaikan kepada:
~atasan penyidik
~yang bersangkutan atau keluarganya, dan
~ kepala desa
Pemeriksaan/
penyitaan surat
Surat/buku/ kitab/daftar yang diduga keras akan
memberi keterangan dapat digeledah atau diperiksa dan kalau perlu disita. Surat
yang diduga palsu dapat dimintakan keterangna ahli. Kalau perlu, atas izin KPN,
penyimpan umum (misalnya notaries) wajib mengirimkan surat asli yang
disimpannya untuk perbandingan dengan yang palsu .
Kalau idak menjadi bagian daripada daftar, penyimpan
membuat salinan sebagai pnggantinya, dibawah salinan itu dicatat sebabnya
mengapa salinan itu dibuat Apabila penyimpan tidak bersedia mengirimkannya,
penyidik dapat mengambilnya. Benda pos atau kiriman hanya dapat disita
dalm hal tertangkap angan dan jawatan yang bersangkutan harus diberi tanda
penerimaan.
Bedah
mayat
Kalau dalam dua hari tidak ada tanggapan dari
keluarganya atau tidak diketahui siapa yang harus diberitahu, mayat dikirimkan
kepada ahli kedokteran kehakiman atau rumah sakit, di ibu jari kaki atau bagian
tubuh yang lain diberi label, yang diberi cap jabatan.
Penggalian
Mayat
Kalau sangat diperlukan, diberitahukan kepada
keluarganya. Biaya atas tanggungan Negara.
Pemanggilan
tersangka/ saksi/ahli
Bedanya dengan perkara perdata, apabila dalam perkara
perdata yang melakukan panggilan ialah jurusita, maka dalam perkara
pidana panggilan diurus oleh kejaksaan.
Panggilan terhadap tersangka:
diluar tahanan:
didalam negeri: diketahui
alamatnya, kalau diketemukan, dipanggil di alamat tempat
tinggalnya, kalautidak, di alamat tempat kediamannya yang terakhir,, kalau
tidak diketemukan: melalui Kepala Desa-nya, tidak dikenal :melalui
pengumuman di papan pengumuman.
diluar
Negeri: diketahui
alamatnay: melalui Perwakilan RI di Negara ybs, Tidak diketahui : dipanggil
dengan menempelkan pnggilan dipapan pengumuman di gedung kantor PN ybs.
didalam tahanan: melalui jabatan rutan. Panggilan harus disampaikan sekurang-kurangnya 3 hari
sebelumnya. Yang dipanggil wajib datang . kalau tidak, dipanggil
sekali lagi dengan perintah menghadirkannya. Apabila yang dipanggil
tidak mungkin hadir karena alasan yang patut , bial perlu, penyidiklah yang
datang ketempatnya.
Saksi/ahli yang dipanggil berhak mendapat penggantian
biaya perjalanan. Tersangka wajib diberithu hknya untuk mendapat bntuan hukum
atau bahwa ia wajib didampingi penasehat hukum .
Saksi diperiksa di pemeriksaan pendhuluan engan tidak
disumpah, kecuali bila dikuatirkan tidak akan dapt hadir lagi dipersidangan
nanti. Mereka diperiksa satu demi satu tersendiri-tersendiri, tapi bila perlu
dapt diperhaapkan.
Tersangka harus ditanya apakah ia ada mempunyai saksi
a decharge? (yang menguntungkan padanya) dan kalau ada, dicatat dalam berita
acara dan wajib dipanggil dan diperiksa.
Pemeriksaan dilakukan tanpa tekanan-tekan dan dicatat
dalam berita acara sesuai denagn kata-kata orang yang diperiksa itu sendiri,
ditanda tangani oleh penyidik dan orang yang diperiksa sesudah setuju dengan
isinya. Kalau tidak mau ditanda tangani harus disebutkan, disertai alasannya.
Penghentian
Penyidikan
Penyidik berwenang untuk menghentikan penyidikan
denagn segala akibatnya, terutama kemungkinan timbulnya tuntutan ganti
rugi/rehabilitasi dari tersangka., pada penuntut umum, dalam 7 hari wajib
memberitahukan kepada penyidik bahwa penyidikan telah atau belum lengkap.
Kalau belum, harus dikembalikan disertai petunjuk
peyempurnaannya, dan kalau dalam tempo 14 hari tidak dikembalikan
dianggap penyidikan telah selesai. Berkas yang dikembalikan untuk disempurnakan
itu wajib dikirimkan lagi sesudah dilengkapi dalam tempo 14 hari sejak
penerimaan.